Senin, 14 Juli 2014

FEROMON



1.     PENDAHULUAN
Kumbang Rhynchophorus sp merupakan salah satu spesies serangga yang merupakan hama yang banyak menyerang tanaman kelapa, sagu, kelapa sawit, dan aren di wilayah India dan Asia Selatan. Hama kumbang ini merupakan hama kumbang kelapa yang paling berbahaya, karena serangan kumbang ini sulit dideteksi dan hanya diketahui jika tanaman kelapa telah terinfeksi dan rusak berat. Sementara itu juga telah dijumpai bahwa populasi kumbang ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan hampir di seluruh wilayah serangan.
Pengendalian secara mekanis, biologis, kimiawi menggunakan pestisida ataupun eradikasi tidak cukup efektif untuk menghambat serangan kumbang Rhynchophorus. Apalagi penerapan cara kimiawi dengan menggunakan insektisida sintetis seringkali hanya berorientasi pada pengendalian jangka pendek yang umumnya dilakukan jika tanda-tanda gangguan serangga hama mulai nampak serta tanpa memperhatikan siklus atau populasi serangga. 
Dalam upaya untuk mempertahankan atau sekaligus meningkatkan produksi kelapa perlu dikembangkan  sistem pengendalian serangga hama yang efektif, efisien dan ramah lingkungan dengan menggunakan feromoid sintetis yang dirakit dalam teknik pengendalian secara terpadu. Penggunaan perangkap kumbang yang mengandung feromon kumbang jantan dan dicampur dengan sumber-sumber makanan kumbang seperti gula tebu merupakan umpan yang sangat penting untuk menurunkan populasi kumbang tersebut.
Untuk menghasilkan sistem pengendalian serangga seperti tersebut di atas, dilakukan pendekatan melalui program sintesis terhadap senyawa-senyawa feromon yang disekresi oleh kumbang kelapa Indonesia (Rhynchophorus spp). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa struktur molekul feromon kumbang kelapa Indonesia, yaitu R. ferrugineus  terdiri atas 4-metil-5-nonanol dan 4-metil-5-nonanon serta R.shach terdiri atas 3-metil-4-oktanol dan 6-metil-2hepten-4-ol. Mengingat pentingnya fungsi dari senyawa feromon tersebut, maka diperlukan sintesis senyawa ini di laboratorium.
Bahan dasar yang dipakai untuk sintesis dapat diperoleh dengan menggunakan teknik analisis retrosintesis terhadap molekul target. Retrosintesis merupakan pengerjaan mundur dari molekul target secara berurutan sampai diperoleh bahan dasar. Sedangkan sintesis dilakukan melalui arah kebalikan dari metode retrosintesis.
Berdasarkan hasil analisis retrosintesis, senyawa 3-metil-4-oktanol dapat dibuat menggunakan bahan dasar n-pentanal dan 2-bromo butana. Sedangkan untuk sintesis 4-metil-5-nonanol menggunakan 2-bromopentana

1.1 Rhynchophorus sp
Rhynchophorus ssp terdapat beberapa jenis, yaitu: Rhynchophorus ferrugine, Rhynchophorus ferrugineus, Oliv varietas Schach, F dan Rhynchophorus ferrugineus, Oliv varietas Papuanus, Kirsch. Perbedaannya terletak pada bentuk, ukuran dan rupa kumbang dewasa. Kumbang betina biasanya meletakkan telur pada bekas luka gerekan Oryctes. Bila serangan terjadi pada titik tumbuh dapat menyebabkan kematian pohon.






Gambar  Bentuk morfologi Rhynchophorus sp

File: Rhynchophorus ferrugineus MHNT.jpgTaksonomi Rhynchophorus ferrugineus
Kingdom
Phylum
Class
Order
Famili
Genus
Species
: R. ferrugineus







Gambar Rhynchophorus ferrugineus
Larva kumbang ini dapat menggali lubang pada pohon palem sampai satu meter panjangnya, sehingga melemahkan dan akhirnya membunuh tanaman inang. Akibatnya, kumbang ini dianggap sebagai hama utama pada perkebunan kelapa, termasuk kelapa , kurma dan kelapa sawit.
Taksonomi Rhynchophorus schach
Class                            : Insecta
Species                        : Rhynchophorus schach

1.2 Feromon
Feromon adalah suatu zat kimia yang sangat spesifik dan jumlahnya  sangat sedikit disekresi oleh serangga sebagai alat komunikasi dengan serangga lain yang sejenis. Feromon bermanfaat dalam monitoring populasi maupun pengendalian hama. Pemasangan feromon secara masal dan terus menerus dapat mengurangi jumlah kumbang Rhinoceros spp secara signifikan dan dapat menjadi sarana monitoring hama tersebut. Penggunaan feromon cukup murah karena biayanya hanya 20% dari biaya penggunaan insektisida dan pengutipan kumbang secara manual. Selain harganya murah, cara aplikasinya di lapangan tidak banyak membutuhkan tenaga kerja.
Feromon dikeluarkan melalui abdomen pada segmen ke 4 dan 5 pada serangga yang disekresikan oleh kelenjar eksokrin. Struktur senyawa feromon yaitu alkohol dan aldehid. Struktur senyawa yang dihasilkan bersifat spesifik sehingga reseptor yang dipunyai spesifik pula. Setelah sampai di antena serangga target, senyawa feromon tersebut akan dicapai ke otak melalui sel saraf dan barulah diterima oleh sel penerima.
Agar dapat menimbulkan rangsang, harus ada serangga lain yang menangkap isyarat ini. Kebanyakan tanggapan atas rangsang ini seragam, yakni apabila konsentrasi feromon telah melebihi kadar konsentrasi tertentu. Semakin dekat konsentrasi semakin tinggi, demikian pula semakin menjauh dari sumber emisi konsentrasi semakin rendah dan tidak mampu menimbulkan rangsang. Dengan demikian terbentuk semacam ruang tempat serangga lain menangkap isyarat atau rangsang kimiawi untuk kemudian bereaksi menanggapi rangsang tersebut.
Jika feromon dilepas dalam jangka waktu cukup lama, maka ruang aktif akan menjadi cukup besar. Ruang aktif yang lebih besar diperlukan bila penerima memiliki alat deteksi isyarat yang tak terlampau peka dibanding bila penerima memiliki alat yang peka. Dengan mengubah-ubah laju emisi, kepekaan penerima dan jenis isyarat yang dikeluarkan, maka serangga dapat mencapai tujuan komunikasi kimiawi berhubungan dengan perilaku tertentu.

2.     METODOLOGI PENELITIAN
2.1  Alat
Alat yang digunakan meliputi
·         alat refluks
·         hot plate
·         neraca analitik
·         Beaker glass
·         pengaduk magnetic
·         alat destilasi
·         corong pisah
·         rotary evaporator vakum
·         refraktometer
·         spektrofotometer Infra Red (lR)

2.2  Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi n-pentanal, bromo butana, dietileter, logam magnesium, Kristal iodin, natrium hydrogen karbonat, ammonium klorida, magnesium sulfat hepta hidrat.





2.3 Sintesis Feromon 3-metil 4-oktanol

Catatan = untuk sintesis 4-metil-5-nonanol menggunakan 2- bromopentana (15,23 mL)

2.4 Karakterisasi Senyawa Feromon Hasil Sintesis 
Reagen Grignard diperoleh dengan mencampurkan logam magnesium dengan 2-bromo butana serta iodin sebagai indikator dalam media dietil eter kering. Pembentukan reagen Grignard ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna putih keabu-abuan dan bersifat tidak stabil, sehingga perlu dilarutkan dalam pelarut dietil eter kering. Reagen Grignard yang terbentuk kemudian direaksikan dengan n-pentanal, kemudian maka akan terbentuk garam. Garam yang dihasilkan kemudian dihidrolisis dengan larutan NH4CI jenuh. Reaksi hidrolisis garam dengan larutan NH4CI jenuh menghasilkan 3-metil-4-oktanol.
Terbentuknya 3-metil-4-oktanol ditandai dengan berubahnya endapan garam menjadi cairan bening dilapisan atas dan cairan keruh di lapisan bawah yang menunjukkan bahwa senyawa hasil  sintesis ada yang terlarut dalam air. Senyawa hasil sintesis yang masih terlarut dalam air diekstraksi dalam eter.
Keasaman 3-metil-4-oktanol hasil sintesis dinetralkan dengan NaHCO3 jenuh. Senyawa 3-metil-4-oktanol dikeringkan dengan MgSO4 anhidrat. Senyawa 3-metil-4-oktanol yang dihasilkan masih bercampur dengan eter, sehingga dilakukan destilasi vakum untuk memisahkan senyawa berdasarkan perbedaan titik didih tanpa mengalami penguraian.
Senyawa 3-metil-4-oktanol yang terbentuk berwarna bening kekuningan, aroma terkesan manis, dengan volume sebesar 3,8 mL, indeks bias 1,4337 dan berat jenis 0,889 g/mL. Identifikasi senyawa 3-metil-4-oktanol menggunakan Infra red.

Beberapa pita serapan dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya senyawa 3-metil-4-oktanol, yaitu munculnya serapan melebar pada bilangan gelombang 3381,52 cm-1 (No. 4) yang merupakan vibrasi dari gugus OH. Adanya ikatan C-O yang khas untuk alkohol sekunder pada bilangan gelombang 1159,32 cm-1 (No. 15), vibrasi ulur -C-H- dan CH3 pada  2959 cm-1 (No. 5) dan 2934 cm-1 (No. 6), vibrasi tekuk ikatan tersebut pada 1379,23 cm-1 (No. 12), vibrasi ulur C-H dari CH2 ditandai dengan adanya pita serapan pada 2874,19 cm-1 (No.7), vibrasi bending dari ikatan tersebut pada 1464,10 cm-1 (No. 11).




.


praktikum farmakologi saluran cerna



BAB 1
PENDAHULUAN
Diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan kematian di berbagai negara, serta bertanggung jawab atas kematian jutaan orang setiap tahunnya. Tingginya angka kejadian diare akut dan kronis serta efek samping obat antidiare yang ada saat ini, mendorong para peneliti untuk terus berusaha dalam menemukan obat sebagai antidiare baru, terutama yang berasal dari tanaman. Beberapa penelitian telah membuktikan khasiat tanaman obat tradisional sebagai antidiare, yaitu dengan cara melihat efek biologis ekstrak tanaman yang mempunyai aktivitas sebagai antispasmodik, penunda transit intestinal, menekan motilitas usus, merangsang absorpsi air dan mengurangi sekresi elektrolit (Anas, 2000).
Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan alam berlimpah, terutama keanekaragaman tumbuhannya. Banyak spesies tanaman berpotensi sebagai obat tradisional hingga saat ini belum diteliti khasiat dan kegunaannya secara mendalam. Beberapa obat tradisional telah digunakan oleh masyarakat Indonesia secara turun-temurun, seperti penggunaan kulit kina sebagai obat malaria, bawang putih wortel sebagai antihipertensi, daun randu untuk mengobati diare dan lain sebagainya. Penggunaan tanaman sebagai obat herbal diharapkan dapat memberikan prospek yang lebih baik dalam dunia pengobatan. Semakin banyak obat tradisional yang dikembangkan sebagai herbal terstandar dan digunakan oleh masyarakat diharapkan dapat menurunkan penggunaan obat kimia, dan meminimalkan kejadian efek samping obat (Anas, 2000)
Diare disebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus, sehingga pelintasan chymus dipercepat dan masih banyak mengandung air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja. Selain itu diare disebabkan karena bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya keseimbangan absorbsi dan sekresi. Terjadinya gangguan keseimbangan ini, sering terjadi pada keadaan radang lambung usus yang disebbkan oleh kuman atau toksinnya. Faktor-faktor yang menyebabkan diare yaitu virus misalnya influenza virus dan travellers diarrhea. Bakteri misalnya salmonella dan E.coli. parasit misalnya protozoa Entamoeba histolytica. Enterotoksin misalnya Vibrio cholerae, pengaruh psikis, makanan (Enda, 2009).
BAB 11
TUJUAN
1.      Untuk mengetahui aktivitas obat dan sediaan uji terhadap sistem pencernaan
2.      Untuk membandingkan aktivitas obat dan sediaan uji antara hewan kontrol dengan hewan pembanding dan hewan uji dengan hewan pembanding
3.      Untu mengetahui persen lintas usus yang dilalui norit terhadap panjang usus seluruhnya
























BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Saluran pencernaan memberi tubuh persediaan akan air, elektrolit dan makanan, yang terus menerus. Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan
1.      Gerakan makanan melalui saluran pencernaan
2.      Sekresi getah pencernaan
3.      Absorbsi hasil pencernaan, air, dan berbagai elektrolit
4.      Sirkulasi darah melalui organ-organ gastrointestinal untuk membawa zat-zat yang diabsorbsi
5.      Pengaturan semua fungsi ini oleh sistem saraf dan hormonal
Gambar dibawah ini menunjukkan seluruh saluran pencernaan. Setiap bagian disesuaikan terhadap fungsi spesifiknya, beberapa untuk pasase makanan yang sederhana, seperti esofagus, yang lain untuk menyimpan makanan, seperti lambung, dan yang lain untuk pencernaan dan absorbsi seperti usus halus (guyton, 1997)
              
Gerakan mencampur sifatnya berbeda pada berbagaia bagian saluran cerna. Pada beberapa tempat, kontraksi peristaltik sendiri menyebabkan sebagian besar pencampuran. Hal ini khususnya terjadi bila pergerakan maju isi usus dihambat oleh sebuah sfringter, sehingga gelombang peristaltik kemudian hanya dapat mengaduk isi usus, bukan mendorongnya kedepan. Pada saat lain, kontraksi konstriktif lokal terjadi setiap beberapa sentimeter dalam dinding usus. Kontriksi ini biasanya berlangsung hanya beberapa detik, kemudian konstriksi yang baru akan timbul pada tempat lain dalam usus, jadi memotong isi usus pertama kali disini dan kemudian di tempat lain. Gerakan peristaltik dan konstriktif dimodifikasi dalam berbagai bagian traktus gastrointestinal untuk mendorong dan mencampur (Guyton, 1997).
Agar makanan dapat dicerna secara optimal dalam saluran pencernaan, waktu yang diperlukan pada masing masing bagan saluran bersifat terbatas. Selain itu, pencampuran yang tepat juga harus dilakukan. Tetapi karen aknutuhan untuk pencampuran dan pendorongan sangat berbeda pada tiap tingkat proses, berbagai mekanisme umpan balik hormonal dan saraf otomatis akan mengontl tiap aspek dari proses ini sehingga pencampuran dan pendorongan akan terjadi secara optimal, tidak terlalu cepat, tidak terlalu lambat (Guyton, 1997).
Jumlah makanan yang dicerna oleh seorang terutama ditentukan oleh keinginan intrinsik akan makanan yang disebut lapar. Jenis makanan yang dicari orang ditentukan oleh selera. Mekanime ini ada di dalam tubuh seseorang dan merupakan sistem pengaturan otomatis yang sangat penting untuk menjaga ketersediaan makanan yang adekuat untuk tubuh (Guyton, 1997).
a.       Mengunyah
Gigi sudah dirancang dengan sangat tepat untuk mengunyah, gigi anterior menyediakan kerja memotong yang kuat dan gigi posterior kerja menggiling. Semua otot rahang bawah yang bekerja bersama-sama dapat mengatupkan gigi dengan kekuatan sebesar 50 pound pada gigi anterior dan 200 pound pada molar.
Pada umumnya otot-otot mengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf kranial kelima, dan proses pengunyah dikontrol oleh nukleus dalam batang otak. Kebanyakan proses mengunyah disebabkan oleh refleks mengunyah yang dapat dijelaskan sebagai berikut adanya bolus makanan di dalam mulut pada awaknya menimbulkan penghambatan refleks gerakan mengunyah pada otot, yamg menyebabkan rahang bawah turun ke bawah. Penurunan ini kemudian menimbulkan refleks regang pada otot-otot rahang bawah yang menimbulkan kontraksi rebound (Guyton, 1997).
Keadaan ini secara otomatis mengangkat rahang bawah yang menimbulkan pengatupan gigi, tetapi juga menekan bolus melawan dinding mulut, yang menghambat ototrahang bawah sekali lagi, menyebabkan rahang bawah turun dan kembali rebound pada saat yang lain, dan ini berulang-ulang terus. Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, etapi terutama sekali untuk sebagian besar buah dan sayur-sayuran mentah karena zat-zat ini mempunyai membran selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagan bagian zat nutrisi yang harus diuraikan ebelum makanan dapat digunakan. Selain itu mengunyah akan membantu pencernaan makanan untuk alasan sederhana berikut Karena enzim-enzim pencernaan hanya bekerja pada permukaan partkel makanan, kecepatan pencernaan sangat tergantung pada total area permukaan yang terpapar dengan sekresi usus. Selain itu, menggiling makanan hingga menjadi partikel-partikrl dengan konsistensi sangat halus akan mencegah ekskoriasi traktus gastrointestinal dan meningkatkan kemudahan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus halus kemudian ke semua segmen usus berikutnya (Guyton, 1997).
b.      Menelan
Menelan adalah mekanisme yang kompleks, terutama karena faring pada hampir setiap saat melakukan beberapa fungsi lain di samping menelan dan hanya diubah dalam beberapa detik ke dalam traktus untuk mendorong makanan. Yang terutama penting adalah bahwa respirasi tidak terganggu akibat menelan.
Pada umunya menelan dapat dibagi menjadi:
1.      Tahap volunter, yang mencetuskan proses menelan
2.      Tahap faringeal, yang bersifat involunter dan membantu jalannya makanan melalui faring ke dalam esofagus, dan
3.      Tahap esofageal, fasae involunter lain yang mempermudah jalannya makanan dari faring ke lambung
Sebagai ringkasan mekanika tahapan penelanan dari faring: trakea tertutup, esofagus terbuka, dan gelombang peristaltik cepat berasal dari faring mendorong bolus makanan ke dalam esofagus bagian atas, dan seluruh proses terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik (Guyton, 1997).
            Fungsi motorik dari lambung ada tiga yaitu:
1.      Penyimpanan sejumlah besar makanan samapai makanan dapat diproses di dalam duodenum
2.      Pencampuran makanan ini dengan sekresi dari lambung sampai membentuk suatu campuran setengah cair yang disebut kimus
3.      Pengososngan makanan dengan lambat dari lambung ke dalam usus halus pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi yang tepat oleh usus halus
                                    
            Secara anatomi lambung dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu korpus dan antrum. Secara fisiologis lebih tepat dibagi menjadi bagian oral yang merupakan sekitar dua per tiga pertama dari korpus dan bagian kaudal yang merupakan sisa dari korpus ditambah antrum (Guyton, 1997).
            Getah pencernaan dari lambung disekresikan oleh kelenjar gastrik. Sekresi ini terjadi dengan segera saat berkontak dengan bagian makanan yang disimpan yang terletak berhadapan dengan permukaan mukosa lambung, gelombang pencampur yang lemah mulai timbul di bagian tengah dinding lmbung dan bergerak ke arah antrum sepanjang dinding lambung. Sewaktu gelombang ini berjalan dari korpus lambung ke antrum, gelombang menjadi lebih kuat, beberapa menjadi sangat kuat dan menimbulkan cincin knstriktor peristaltik yang kuat yang mendorong isi antrum di bawah tekanan tinggi kearah pilorus. Cincin ini juga berperan dalam mencampur isi lambung (Guyton, 1997).
            Pengosongan lambung ditimbulkan oleh kontraksi peristaltik yang kuat pada antrum lambung. Pada saat yang sama, pengososngan dilawan oleh berbagai tingkat resistensi terhadap pasase kimus di pilorus (Guyton, 1997).
Kecepatan pengososngan lambung diatur oleh sinyal dari lambung dan duodenum. Akan tetapi duodenum menberi sinyal yang lebih kuat, selalu mengontrol pengosongan kimus kedalam duodenum pada kecepatan yang tidak melebihi kecepatan kimus dicerna dan diabsorbsi dalam usus halus (Guyton, 1997).
Faktor yang mengakibatkan pengosongan lambung yaitu efek volume makanan pada lambung terhadap kecepatan pengosongan dan efek hormon gastrin terhadap pengosongan lambung. Sementara faktor yang menghambat pengosongan lambung yaitu pengaruh penghambatan oleh refleks-refleks saraf enterogastrik dari duodenum dan umpan balik hormonal dari duodenum menghambat pengosongan lambung (Guyton, 1997).
                    
Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik. Gelombang tersebut secara normal sangat lemah dan biasanya berhenti sesudah menempuh jarak 3 sampai 5 cm. Aktivitas peristaltik usus halus sangat meningkat sesudah makan (Guyton, 1997).
Hal ini sebagian disebabkan oleh awal masuknya kimus ke dalam duodenum tetapi juga oleh apa yang disebut refleks gastroenterik.fungsi gelombang peristaltik dalam usus alus tidak hanya menyebabkan pendorongan kimus ke arah katup ileosekal tetapi juga menyebarkan kimus sepanjang mukosa usus (Guyton, 1997).
Fungsi utama katup ileosekal adalah untuk mencegah aliran balik isi fkal dari kolon kedalam usus halus seperti yang ditunjukkan olaeh gambar. Bibir dari katup ileosekal menonjol ke dalam lumen sekum dan karena itu tertutup erat bila terbentuk tekanan yang berlebihan di dalam sekum dan mencoba mendorong isi fekal ke belakang melawan bibir (Guyton, 1997).
Fungsi utama kolon yaitu: absorbsi air dan elektrolit dari kimus dan penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan. Karena tidak diperlukan pergerakan intensif, maka pergerakan kolon secara normal sangat sangat lambat. Meskipun lambt, pergerakannya masih mempunyai karakteristi yang serupa dengan pergerakan usus halus dan ekali lagi dapat dibagi menjadi gerakan-gerakan mencampur dan gerakan-gerakan mendorong (Guyton, 1997).
Iritasi dalam kolon dapat menyebabkan pergerakan massa yang kuat. Sebagai contoh seorang yang menderita tukak kolon (kolitis ulserativa) sering mengalami pergerakan massa yang menetap hampir setiap saat. Pergerakan massa juga dapat ditimbulkan oleh perangsangan kuat sistem saraf para simpatis atau peregangan yang berlebihan pada satu segmen kolon (Guyton, 1997).
Sebagian besar waktu. Rektum tidak berisi feses. Hal ini sebagian adalah dari kenyataan bahwa terdapat sfringter fumgsional yang lemah sekitar 20 cm dari anus pada perbatasan antara sigmoid dan rektum. Disini juga terdapat sebuah sudut tajam yang menambah resistensi terhadap pengisian rektum. Bila pergerakan massa mendorong feses masuk ke dalam rektum, secara normal timbul keinginan untuk defekasi (Guyton, 1997).
Peningkatan motilitas saluran pencernaan dan penurunan absorbsi cairan merupakan faktor utama pada diare. Obat-obat antidiare tersebut obat antimotilitas, adsorben, dan obat-obat yang merubah transpor cairan dan elektrolit (Mycek, 1997).
a.       Obat-obat antimotilitas
Dua obat yang dipakai secara luas untuk mengendalikan diare adalah difenoksilat dan loperamid. Keduanya merupakan analog meperidin dan memiliki efek seperti opiod pada usus, mengaktifkan reseptor opioid presinaptik di dalam sistem saraf enterik untuk menghambat pelepasan asetilkolin dan menurunkan peristaltik (Mycek, 1997).
Efek samping termasuk rasa mengantuk, kejang perut dan pusing, karena obat ini dapat menyebabkan megakolon yang toksis, maka tidak digunakan pada anak-anak atau pada pasien dengan kolitas berat (Mycek, 1997).
b.      Adsorben
Obat-obat adsorben seperti kaolin, pektin, metilselulosa dan atapulgit yang diaktifkan, magnesium aluminium silikat, digunakan secara luas untuk mengendalikan diare, walaupun efektivitasnya belum didokumentasikan dengan percobaan klinik yang terkontrol. Diduga obat-obat ni bekerja dengan mengabsorbsi toksin intestinal atau mikroorganisme, atau dengan melapisi atau melindungi mukosa intestinal. Obat-obat ini kurang efektif dibandingkan dengan obat-obat antimotilitas dan dapat menganggu absorbsi obat-obat lain (Mycek, 1997).
c.       Obat yang mengubah transpor cairan dan elektrolit
Percobaan dan observasi klinis menyatakan bahwa NSAID seperti aspirin dan indometasin efektif dalam menghentikan diare. Efek antidiare ini mungkin karena penghambatan sintesis prstaglandin. Bismit subsalisilat digunakan untuk travelers diarrhea menurunkan sekresi cairan di dalam usus, efek ini mungkin karena komponen salisisaltnya (Mycek, 1997).
Obat yang secara secara selektif merangsang fungsi motorik usus memiliki berbagai macam potensi klinis yang bermakna. Agen yang meningkatkan tekanan sfringter esofagus bawah dapat bermanfaat untuk GERD. Obat yang meningkatkan pengososngan lambung mungkin bermanfaat pada gastroparesis dan penundaan pengosongan lambung, pasca bedah. Agen yang merangsang usus halus mungkin bermanfaat pada ileus pasca bedah atau pseudo-obstruksi usus kronik. Akhirnya agen yang mempercepat transit kolon bermanfaat dalam terapi konstipasi. Sayangnya, sekarang ini hanya terdapat sedikit agen dalam kelompok ini yang dapat digunakan untuk klinis (McQuaid, 2010).
Agonis kolinomimetik seperti betanekol merangsang reseptor muskarinik M3 yang terdapat dalam sel otot dan pada sinaps-sinaps pleksus mienterikus. Akibat dari efek kolinergik multipel dan muculnya agen yang kurang toksis, obat ini jarang digunakan. Penghambat asetilkolineterase neostigmin dapat meningkatkan pengosongan lambung, usus halus dan kolon. Pemberian neostigmin 2 mg menyebabkan evakuasi secara flatus dan feses pada sebagian besar pasien. Efek kolinergik yang muncul meliputi salivasi berlebihan, mual, muntah, diare dan bradikardia (McQuaid, 2010).
METOKLOPRAMID & DOMPERIDON
Obat ini adalah antagonis reseptor D2 di dalam saluran cerna, aktivitas reseptor dopamin menghambat perangsangan otot polos kolinergik, blokade efek ini dipercaya menjadi mekanisme kerja prokinetik utama dari agen ini. Agen ini meningkatkan amplitudo peristaltik esofagus, meningkatkan tekanan sfingter esofagus bawah dan meningkatkan pengososngan lambung tetapi tidak memiliki efek terhadap motitilas usus halus atau kolon (McQuaid, 2010).
Penggunaan klinis dari obat ini yaitu:
a.       untuk penyakit refluks gastrointestinal atau disebut GERD
b.      gangguan pengosongan lambung
c.       dispepsia nonulkus
d.      pencegahan muntah
e.       perangsangan laktasi pasca persalinan
efek samping obat ini yang paling sering melibatkan sistem saraf puat. Kegelisahan dan rasa mengantuk, insomnia, ansietas, dan agitasi timbul pada 10-20 % pasien terutama pada lansia (McQuaid, 2010).
Antibotik makrolida seperti eritromisin secara langsung merangsang reseptor motilin pada otot plos saluran cerna dan mempercepat awetan kompleks motorik yang bernigrasi. Obat ini dapat digunakan pada pendeita perdarahan saluran cerna bagian atas akut untuk mempercepat pengosongan darah dari lambung sebelum endoskopi dilakukan (McQuaid, 2010).
Lubiproston merupakan turunan asam prostanoat yang baru baru ini disetujui dan dilabel untuk digunakan pada konstipasi kronik. Obat ini dilaporkan bekerja dengan merangsang pembukaan kanal klorida dalam usus. Hal ini meningkatkan sekresi cairan ke dalam usus dan mempersingkat waktu transit dalam usus (McQuaid, 2010).
Kebanyakan orang sebenarnya tidak memerlukan laksatif, tetapi tetap saja obat ini dibeli sendiri secara bebas oleh sebagian besar masyarakat. Bagi kebanyakan orang konstipasi intermiten paling baik dicegah dengan diet tinggi serat, asupan cairan yang adekuat, olahraga teratur, menuruti panggilan alam. Laksatif pembentuk massa adalah koloid hidrofilik tak tercerna yang menyerap air dan membentuk gel emolien bermassa yang merenggangkan kolon sehingga merangsang peristaltik. Sediannya yaitu psilium, metilselulosa dan polikarbofil. Agen surfaktan feses berfungsi untuk melunakkan feses dan memudahkan air dan lipid untuk masuk ke dalamnya, contohnya dokusat, suppositoria gliserin (McQuaid, 2010).
Laksatif osmotik merupakan senyawa mudah larut tetapi tak mampu diserap akibatnya meningkatkan kecairan feses akibat adanya peningkatan cairan dalam feses. Garam atau gula yang tidak dapat diserap digunakan untuk menangani konstipasi akut atau mencegah konstipasi kronik. Magnesium oksida merupakan laksatif osmotik yang banyak digunakan. Polietilen glikol digunakan untuk melakukan pembersihan kolon secara tuntas sebelum prosedue endoskopik gastrointestinal (McQuaid, 2010).
Laksatif stimulan memicu pergerakan usus melalui sejumlah mekanisme yang belum terlalu dipahami, meliputi perangsangan lamngsung terhadap sistem saraf enterik serta sekresi cairan dan elektrolit oleh kolon. Minyak kastor merupakan laksatif stimulan yang poten. Obat ini dihidrolisis dalam usus halus bagian atas menjadi asam ricinoleat, yaitu suatu iritan setempat yang merangsang motilitas usus (McQuaid, 2010).
Tegaserod merupakan agonis reseptor serotonin 5-HT4. Obat ini meningkatkan pengosongan lambung dan mempercepat waktu transit dalam usus halus dan usus besar tetapi tidaj memiliki efek terhadap moltilitas esofagus.penggunaan obat ini disetujui pada terapi penderita konstipasikronik, selain itu digunakan dalam terapi gangguan motilitas gastrointestinal lainnya seperti dispepsia nonulkus, dan konstipasi kronik, masih diteliti. Efek sampingnya dapat menimbulkan diare dan nyeri di kepala (McQuaid, 2010).
Diare adalah pengeluaran feses cair atau seperti bubur berulang kali (lebih dari tiga kali sehari). Pada penyakit usus halus atau usus besar bagian atas, akan diekresikan feses dalam jumlah banyak dan mengandung air dalam jumlah besar, penyakit pada kolon bagian distal menyebabkan diare dalam jumlah sedikit (Mutschler, 1991).
Berdasarkan tinjaun patogenik dibedakan beberapa mekanisme penyebab sebagai berikut:
1.      kurangnya absorbsi zat osmotik dari lumen usus (diare osmotik)
2.      meningkatnya skresi elektrolit dan air ke dalam lumen usus (diare sekretorik)
3.      naiknya permeabilitas mukosa usus
4.      terganggunya motilitas usus
Seringkali beberapa mekanisme bersama sama ikut mengambil bagian. Diare osmotik dapat disebabkan oleh sindrom malacerna (maldigesti) atau malabsorbsi serta akibat pemasukan zat yang sukar diabsorbsi (dibandingkan osmolaksanasia). Jika makanan dihentikan, diare osmotik akan berhenti (Mutschler, 1991).
Diare sekretri seringkali disebabkan oleh toksin bakteri yang mengaktifkan adenilat siklase dalam sel mukosa, sehingga cAMP akan dibentuk lebih banyak. Disamping toksin kolera, toksin dari salmonella dan Shigella serta galur Coli patogen juga menyebabkan diare sekretorik. Sebagian besar diare musim panas dan diare perjalanan disebabkan oleh suatu toksin E.coli. penyebab lain diare sekretori ini adalah zat endogen misalnya polipeptida usus vasoaktif (VIP) (Mutschler, 1991).
Berbeda dengan diare osmotik, diare sekretorik tetap terjadi juga pada pasien yang puasa. Peningkatan permeabilitas mukoa usus dapat terjadi karena penyakit pada usus halus dan usus besar (misal colitis ulcerosa atau karsinoma kolon) atau karena tidak diabsorbsinya asam empedu. Diare khologen semacam ini ditemukan setelah sekresi ileum, yang merupakan tempat utama reabsorbsi kembali asam empedu. Asam empedu yang masuk ke kolon akan memperbesar masuknya air dan elektrolit ke lumen usus dan disini akan menyebabkan diare (Mutschler, 1991).
Jika kehilangan asam empedu melampaui kapasitas sintesis di hati, terjadi pengurangan absorbsi lemak sehingga timbul feses berlemak (steatorea). Peningkatan motilitas intestin yang menyebabkan diare ditemukan misalnya pada hipertireosis (Mutschler, 1991).
Terapi diare harus disesuaikan dengan penyebabnya. Diare perjalanan dan diare musim panas akut merupakan penyakit yang sembuh sendiri dan tidak memerlukan penanganan dengan obat-obat khusus. Penanganan terapeutik yang terpenting adalah penggantian cairan dan elektrolit secukupnya (Mutschler, 1991).
Berdasarkan penyebabnya diare dapat dibedakan menjadi beberapa jenis gastroenteris dan diare sebagai berikut:
a.    Akibat virus misalnya influenza perut. Virus melekat pada sel-sel mukosa usus yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorbsi menurun dan sekresi air dan elektrolit memegang peranan
b.    Diare bakterial invasif agak sering terjadi tetapi mulai berkurang brhubung semakin meningkatnya derajat higiene masyarakat
c.    Diare akibat penyakit misalnya colitis ulcerosa, juga akibat gangguan seperti alergi terhadap makanan, defisiensi enzim laktase
d.   Akibat obat yaitu digoksin, kinidin, garam mg, dan litium, sorbitol, beta bloker dan antibiotika yang berspektrum luas seperti ampisilin
e.    Diare parasiter akibat protozoa seperti entamoeba histolyca yang terutama terjadi di daerah sub tropis
f.     Akibat keracunan makanan sering terjadi misalnya pada waktu penghelatan anak-anak sekolah atau karyawan perusahaan dan biasanya disertai muntah-muntah (Tjay, 2007).
Setiap tahun lebih kurang 5 juta anak dibawah usia 5 tahun meninggal akibat diare. Kurang lebih 65 % diantaranya karena dehidrasi. Untuk pertama diambil tindakan guna mencegah dan mengatasi dehidrasi dan kehilangan garam. Untuk tujuan ini WHO menganjurkan ORS (oral rehidration solution) (Tjay, 2007).
ORS adalah suatu larutan dari campuran NaCl 3,5 g, KCl 1,5 g, Na-trisitrat 2,5 g dan glukosa 20 g dalam 1 liter air matang (oralit). Dasar ilmiah ini dari penggunaan ORS ini adalah penemuan kurang lebih 25 tahun yang lalu bahwa glukosa menstimulasi secara aktif transpor Na dan air melalui dinding usus (Tjay, 2007).
Beberapa tahun yang lalu ditemukan bahwa tepung beras sebagai pengganti glukosa dan campuran ORS memberikan keuntungan penting yaitu menghasilkan dua kali lebih banyak glukosa dari pada ORS biasa (Tjay, 2007).
Loperamid banyak digunakan untuk mengurangi frekuensi defekasi pada diare viral dan akut tanpa demam atau darah dalam tinja. Biasanya diare sembuh sendiri kurang dari 5 hari jika lebih maka dapat digunakan obat (Tjay, 2007).
BAB IV
METODE PERCOBAAN
4.1  Alat
·         Timbangan hewan
·         Spuit 1 ml
·         Spuit 3 ml
·         Oral sonde
·         Beaker glass 50 ml
·         Stopwatch
·         Spidol marker permanent
·         Kotak kaca
4.2 Bahan
·         Oleum Ricini
·         Loperamid
·         Norit 5 %
·         Suspensi CMC 1 %
4.3 Prosedur Kerja
·         tikus dibagi menjadi 4 kelompok yaitu
-          I = kelompok kontrol, diberikan suspensi norit 5 % sebanyak 1 ml
-          II = diberikan oleum ricini sebanyak 2 ml dan suspensi norit 5 % sebanyak 1 ml
-          III = diberi ekstrak tumbuhan
-          IV = diberikan suspensi loperamid dosis 1,4 mg/kg BB
·         Setelah 30 menit, diberikan oleum ricini sebanyak 2 ml
·         Pada menit ke-60 semua hewan diberikan suspensi norit 5 % sebanyak 2 ml
·         Pada menit ke-90 semua hewan dikorbankan secara dislokasi leher. Usus dikeluarkan secara hati-hati. Diukur panjang usus yang dilalui marker norit mulai dari pilorus sampai ujung akhir (berwarna hitam) dan panjang seluruh usus dari p[ilorus samp[ai katup ileosekal dari masing-masing hewan
·         Hitung persen lintas yang dilalui marker norit terhadap panjang usus
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
Kelompok
Tikus
Panjang usus seluruhnya
Panjang usus yang dilalui marker
Persen lintas
CMC 1 %
165,5 g
90 cm
45 cm
50 %

198 g
92 cm
49 cm
53,26 %
Ekstrak batang sikam 100 mg/kg BB
194,5 g
100 cm
41 cm
41 %

150,6 g
90 cm
45 cm
50 %
Ekstrak batang sikam 200 mg/kg BB
154 g
94 cm
58 cm
61,70 %

161,1 g
77 cm
50 cm
64,9 %
Loperamid
127,5 g
57 cm
32,5 cm
57 %

154,5 g
110 cm
90,5 cm
82,27 %













Perhitungan Dosis
Tikus 1 = 165,5 g
CMC 1 %        =
Tikus 2 = 198 g
CMC 1 %        =
Tikus 3 = 194,5 g
Ekstrak batang sikam 1 % dosis 100 mg/kg BB =
                                                                                   =
Tikus 4 = 150,6 g
Ekstrak batang sikam 1 % dosis 100 mg/kg BB =
                                                                                   =
Tikus 5 = 154 g
Ekstrak batang sikam 1 % dosis 200 mg/kg BB =
                                                                                   =
Tikus 6 = 161,1 g
Ekstrak batang sikam 1 % dosis 200 mg/kg BB =
                                                                                   =
Tikus  7 = 127,5 g
Loperamid 0,1 % dosis 1,4 mg/kg BB =
                                                                   =
Tikus  8 = 154,5 g
Loperamid 0,1 % dosis 1,4 mg/kg BB =
                                                                   =




5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan menunjukkan bahwa data persentase rasio panjang usus yang dilalui marker norit terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan uji (tikus) yang mendapat perlakuan dengan ekstrak batang sikam 1 % dosis 100 mg/kg BB berturut-turut adalah 41 % dan 50 %. Data ini ini lebih kecil dari pada data tikus kelompok kontrol yang mendapat perlakuan dengan CMC 1 %, hal ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak batang sikam 1 % dosis 100 mg/kg BB memiliki efek farmakologi sebagai antimotilitas (Anas, 2000).
Sementara persentase rasio panjang usus yang dilalui marker norit terhadap panjang usus keseluruhan pada tikus yang mendapat perlakuan dengan ekstrak batang sikam 1 % dosis 200 mg/kg BB dan loperamid 0,1 % dosis 1,4 mg/kg BB menunjukkan hasil yang lebih besar dibanding dengan kelompok kontrol. Hal ini tidak sesuaikan dengan yang diharapkan yang seharusnya memiliki persentase perbandingan rasio yang lebih kecil dari hewan kelompok kontrol, hal yang dapat menyebabkan hasil tersebut salah satunya ialah ketelitian praktikan dalam memberikan obat atau sediaan uji serta faktor fisiologi hewan uji.
Suatu sediaan uji dikatakan memiliki efek antimolititas bila rasio jarak yang dilalui oleh marker norit lebih kecil bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Para penelitian terdahulu telah banyak mengungkapkan kemampuan oleum ricini dalam menginduksi diare. Trigliserida dari asam risinoleat yang terdapat dalam oleum ricini akan mengalami hidrolisis dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserida dan asam risinoleat yang dapat menginduksi diare dengan cara menstimulasi aktivitas peristaltik di mukosa intestinal, sehingga menyebabkan perubahan permeabilitas sel mukosa terhadap cairan dan elektrolit, serta meningkatkan biosintesis prostaglandin (Anas, 2000).









BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
·         Ekstrak batang sikam memiliki efek antidiare
·         Efek antidiare ekstrak batang sikam lebih besar dibandingkan CMC
·         Persentase lintas usus ekstrak batang sikam lebih kecil dibandingkan CMC
6.2 Saran
·         Diharapkan praktikan selanjutnya menggunakan obat antidiare dari golongan lain seperti kaolin
·         Diharapkan praktikan selanjutnya menggunakan ekstrak tumbuhan yang lain yang memiliki efek antidiare seperti daun randu
·         Diharapkan selanjutnya praktikan menggunakan metode lain untuk uji antiadiare yaitu tanpa mendiskoneksikan hewan uji seperti metode kruskal-wallis dan uji mann whitney yaitu dengan menghitung berat feses tikus

















DAFTAR PUSTAKA
Anas, Y, dkk. (2000). Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Daun Randu (Ceiba petandra) Pada Mencit Jantan Galur Balb/c. Semarang:Universitas Diponegoro
Enda, W, G. (2009). Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Kulit Batang Salam (Syzygium polyanthum) Terhadap Mencit Jantan. Medan: Universitas Sumatera Utara
Guyton, A, C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC
McQuaid, K, R. (2010). Obat Yang Digunakan Pada Terapi Penyakit Gastrointestinal. Dalam Buku: Farmakologi Dasar & Klinik. Editor Bertram G. Katzung. Jakarta: EGC
Mutschler, E, (1991). Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. Bandung: Penerbit ITB
Mycek, J, M. Harvey, R, A, Champe, P, C. dan Fisher, B,D. (1997). Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya Medika
Tjay, T. H dan Kirana R. (2007). Obat-Obat Penting Penggunaan dan efek-efek sampingnya Edisi V. Jakarta: PT Alex Medika Komputindo















LAMPIRAN
SEDIAAN UJI
HEWAN UJI
ORAL SONDE




PEMBERIAN EKSTRAK BATANG SEKAM
PEMBERIAN OLEUM RICINI
PEMBERIAN NORIT




PROSES PENGELUARAN USUS TIKUS
ORGAN DALAM TIKUS
PENGUKURAN USUS TIKUS