BAB 1
PENDAHULUAN
Diare
merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan kematian di berbagai negara,
serta bertanggung jawab atas kematian jutaan orang setiap tahunnya. Tingginya
angka kejadian diare akut dan kronis serta efek samping obat antidiare yang ada
saat ini, mendorong para peneliti untuk terus berusaha dalam menemukan obat
sebagai antidiare baru, terutama yang berasal dari tanaman. Beberapa penelitian
telah membuktikan khasiat tanaman obat tradisional sebagai antidiare, yaitu
dengan cara melihat efek biologis ekstrak tanaman yang mempunyai aktivitas
sebagai antispasmodik, penunda transit intestinal, menekan motilitas usus,
merangsang absorpsi air dan mengurangi sekresi elektrolit (Anas, 2000).
Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan
alam berlimpah, terutama keanekaragaman tumbuhannya. Banyak spesies tanaman
berpotensi sebagai obat tradisional hingga saat ini belum diteliti khasiat dan
kegunaannya secara mendalam. Beberapa obat tradisional telah digunakan oleh
masyarakat Indonesia secara turun-temurun, seperti penggunaan kulit kina
sebagai obat malaria, bawang putih wortel sebagai antihipertensi, daun randu
untuk mengobati diare dan lain sebagainya. Penggunaan tanaman sebagai obat
herbal diharapkan dapat memberikan prospek yang lebih baik dalam dunia
pengobatan. Semakin banyak obat tradisional yang dikembangkan sebagai herbal
terstandar dan digunakan oleh masyarakat diharapkan dapat menurunkan penggunaan
obat kimia, dan meminimalkan kejadian efek samping obat (Anas, 2000)
Diare
disebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus, sehingga pelintasan chymus
dipercepat dan masih banyak mengandung air pada saat meninggalkan tubuh sebagai
tinja. Selain itu diare disebabkan karena bertumpuknya cairan di usus akibat
terganggunya keseimbangan absorbsi dan sekresi. Terjadinya gangguan
keseimbangan ini, sering terjadi pada keadaan radang lambung usus yang
disebbkan oleh kuman atau toksinnya. Faktor-faktor yang menyebabkan diare yaitu
virus misalnya influenza virus dan travellers diarrhea. Bakteri misalnya salmonella
dan E.coli. parasit misalnya protozoa Entamoeba histolytica. Enterotoksin
misalnya Vibrio cholerae, pengaruh psikis, makanan (Enda, 2009).
BAB 11
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui aktivitas obat dan sediaan uji
terhadap sistem pencernaan
2.
Untuk membandingkan aktivitas obat dan sediaan
uji antara hewan kontrol dengan hewan pembanding dan hewan uji dengan hewan
pembanding
3.
Untu mengetahui persen lintas usus yang dilalui
norit terhadap panjang usus seluruhnya
BAB III
TINJAUAN
PUSTAKA
Saluran
pencernaan memberi tubuh persediaan akan air, elektrolit dan makanan, yang
terus menerus. Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan
1.
Gerakan
makanan melalui saluran pencernaan
2.
Sekresi
getah pencernaan
3.
Absorbsi
hasil pencernaan, air, dan berbagai elektrolit
4.
Sirkulasi
darah melalui organ-organ gastrointestinal untuk membawa zat-zat yang
diabsorbsi
5.
Pengaturan
semua fungsi ini oleh sistem saraf dan hormonal
Gambar dibawah
ini menunjukkan seluruh saluran pencernaan. Setiap bagian disesuaikan terhadap
fungsi spesifiknya, beberapa untuk pasase makanan yang sederhana, seperti
esofagus, yang lain untuk menyimpan makanan, seperti lambung, dan yang lain
untuk pencernaan dan absorbsi seperti usus halus (guyton, 1997)
Gerakan
mencampur sifatnya berbeda pada berbagaia bagian saluran cerna. Pada beberapa
tempat, kontraksi peristaltik sendiri menyebabkan sebagian besar pencampuran.
Hal ini khususnya terjadi bila pergerakan maju isi usus dihambat oleh sebuah
sfringter, sehingga gelombang peristaltik kemudian hanya dapat mengaduk isi
usus, bukan mendorongnya kedepan. Pada saat lain, kontraksi konstriktif lokal
terjadi setiap beberapa sentimeter dalam dinding usus. Kontriksi ini biasanya
berlangsung hanya beberapa detik, kemudian konstriksi yang baru akan timbul
pada tempat lain dalam usus, jadi memotong isi usus pertama kali disini dan
kemudian di tempat lain. Gerakan peristaltik dan konstriktif dimodifikasi dalam
berbagai bagian traktus gastrointestinal untuk mendorong dan mencampur (Guyton,
1997).
Agar makanan
dapat dicerna secara optimal dalam saluran pencernaan, waktu yang diperlukan
pada masing masing bagan saluran bersifat terbatas. Selain itu, pencampuran
yang tepat juga harus dilakukan. Tetapi karen aknutuhan untuk pencampuran dan
pendorongan sangat berbeda pada tiap tingkat proses, berbagai mekanisme umpan
balik hormonal dan saraf otomatis akan mengontl tiap aspek dari proses ini
sehingga pencampuran dan pendorongan akan terjadi secara optimal, tidak terlalu
cepat, tidak terlalu lambat (Guyton, 1997).
Jumlah
makanan yang dicerna oleh seorang terutama ditentukan oleh keinginan intrinsik
akan makanan yang disebut lapar. Jenis makanan yang dicari orang ditentukan
oleh selera. Mekanime ini ada di dalam tubuh seseorang dan merupakan sistem
pengaturan otomatis yang sangat penting untuk menjaga ketersediaan makanan yang
adekuat untuk tubuh (Guyton, 1997).
a.
Mengunyah
Gigi
sudah dirancang dengan sangat tepat untuk mengunyah, gigi anterior menyediakan
kerja memotong yang kuat dan gigi posterior kerja menggiling. Semua otot rahang
bawah yang bekerja bersama-sama dapat mengatupkan gigi dengan kekuatan sebesar
50 pound pada gigi anterior dan 200 pound pada molar.
Pada umumnya
otot-otot mengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf kranial kelima,
dan proses pengunyah dikontrol oleh nukleus dalam batang otak. Kebanyakan
proses mengunyah disebabkan oleh refleks mengunyah yang dapat dijelaskan
sebagai berikut adanya bolus makanan di dalam mulut pada awaknya menimbulkan
penghambatan refleks gerakan mengunyah pada otot, yamg menyebabkan rahang bawah
turun ke bawah. Penurunan ini kemudian menimbulkan refleks regang pada
otot-otot rahang bawah yang menimbulkan kontraksi rebound (Guyton, 1997).
Keadaan
ini secara otomatis mengangkat rahang bawah yang menimbulkan pengatupan gigi,
tetapi juga menekan bolus melawan dinding mulut, yang menghambat ototrahang
bawah sekali lagi, menyebabkan rahang bawah turun dan kembali rebound pada saat
yang lain, dan ini berulang-ulang terus. Mengunyah makanan bersifat penting
untuk pencernaan semua makanan, etapi terutama sekali untuk sebagian besar buah
dan sayur-sayuran mentah karena zat-zat ini mempunyai membran selulosa yang
tidak dapat dicerna diantara bagan bagian zat nutrisi yang harus diuraikan
ebelum makanan dapat digunakan. Selain itu mengunyah akan membantu pencernaan
makanan untuk alasan sederhana berikut Karena enzim-enzim pencernaan hanya
bekerja pada permukaan partkel makanan, kecepatan pencernaan sangat tergantung
pada total area permukaan yang terpapar dengan sekresi usus. Selain itu,
menggiling makanan hingga menjadi partikel-partikrl dengan konsistensi sangat
halus akan mencegah ekskoriasi traktus gastrointestinal dan meningkatkan
kemudahan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus halus kemudian ke
semua segmen usus berikutnya (Guyton, 1997).
b.
Menelan
Menelan
adalah mekanisme yang kompleks, terutama karena faring pada hampir setiap saat
melakukan beberapa fungsi lain di samping menelan dan hanya diubah dalam
beberapa detik ke dalam traktus untuk mendorong makanan. Yang terutama penting
adalah bahwa respirasi tidak terganggu akibat menelan.
Pada umunya menelan dapat dibagi menjadi:
1.
Tahap
volunter, yang mencetuskan proses menelan
2.
Tahap
faringeal, yang bersifat involunter dan membantu jalannya makanan melalui
faring ke dalam esofagus, dan
3.
Tahap
esofageal, fasae involunter lain yang mempermudah jalannya makanan dari faring
ke lambung
Sebagai
ringkasan mekanika tahapan penelanan dari faring: trakea tertutup, esofagus
terbuka, dan gelombang peristaltik cepat berasal dari faring mendorong bolus
makanan ke dalam esofagus bagian atas, dan seluruh proses terjadi dalam waktu
kurang dari 2 detik (Guyton, 1997).
Fungsi motorik dari lambung ada tiga
yaitu:
1.
Penyimpanan
sejumlah besar makanan samapai makanan dapat diproses di dalam duodenum
2.
Pencampuran
makanan ini dengan sekresi dari lambung sampai membentuk suatu campuran
setengah cair yang disebut kimus
3.
Pengososngan
makanan dengan lambat dari lambung ke dalam usus halus pada kecepatan yang
sesuai untuk pencernaan dan absorbsi yang tepat oleh usus halus
Secara anatomi lambung dapat dibagi
menjadi dua bagian besar yaitu korpus dan antrum. Secara fisiologis lebih tepat
dibagi menjadi bagian oral yang merupakan sekitar dua per tiga pertama dari
korpus dan bagian kaudal yang merupakan sisa dari korpus ditambah antrum
(Guyton, 1997).
Getah pencernaan
dari lambung disekresikan oleh kelenjar gastrik. Sekresi ini terjadi dengan
segera saat berkontak dengan bagian makanan yang disimpan yang terletak
berhadapan dengan permukaan mukosa lambung, gelombang pencampur yang lemah
mulai timbul di bagian tengah dinding lmbung dan bergerak ke arah antrum
sepanjang dinding lambung. Sewaktu gelombang ini berjalan dari korpus lambung
ke antrum, gelombang menjadi lebih kuat, beberapa menjadi sangat kuat dan
menimbulkan cincin knstriktor peristaltik yang kuat yang mendorong isi antrum
di bawah tekanan tinggi kearah pilorus. Cincin ini juga berperan dalam
mencampur isi lambung (Guyton, 1997).
Pengosongan lambung ditimbulkan oleh
kontraksi peristaltik yang kuat pada antrum lambung. Pada saat yang sama,
pengososngan dilawan oleh berbagai tingkat resistensi terhadap pasase kimus di
pilorus (Guyton, 1997).
Kecepatan
pengososngan lambung diatur oleh sinyal dari lambung dan duodenum. Akan tetapi
duodenum menberi sinyal yang lebih kuat, selalu mengontrol pengosongan kimus
kedalam duodenum pada kecepatan yang tidak melebihi kecepatan kimus dicerna dan
diabsorbsi dalam usus halus (Guyton, 1997).
Faktor
yang mengakibatkan pengosongan lambung yaitu efek volume makanan pada lambung
terhadap kecepatan pengosongan dan efek hormon gastrin terhadap pengosongan
lambung. Sementara faktor yang menghambat pengosongan lambung yaitu pengaruh
penghambatan oleh refleks-refleks saraf enterogastrik dari duodenum dan umpan
balik hormonal dari duodenum menghambat pengosongan lambung (Guyton, 1997).
Kimus
didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik. Gelombang tersebut
secara normal sangat lemah dan biasanya berhenti sesudah menempuh jarak 3
sampai 5 cm. Aktivitas peristaltik usus halus sangat meningkat sesudah makan
(Guyton, 1997).
Hal
ini sebagian disebabkan oleh awal masuknya kimus ke dalam duodenum tetapi juga
oleh apa yang disebut refleks gastroenterik.fungsi gelombang peristaltik dalam
usus alus tidak hanya menyebabkan pendorongan kimus ke arah katup ileosekal
tetapi juga menyebarkan kimus sepanjang mukosa usus (Guyton, 1997).
Fungsi
utama katup ileosekal adalah untuk mencegah aliran balik isi fkal dari kolon
kedalam usus halus seperti yang ditunjukkan olaeh gambar. Bibir dari katup
ileosekal menonjol ke dalam lumen sekum dan karena itu tertutup erat bila
terbentuk tekanan yang berlebihan di dalam sekum dan mencoba mendorong isi
fekal ke belakang melawan bibir (Guyton, 1997).
Fungsi
utama kolon yaitu: absorbsi air dan elektrolit dari kimus dan penimbunan bahan
feses sampai dapat dikeluarkan. Karena tidak diperlukan pergerakan intensif,
maka pergerakan kolon secara normal sangat sangat lambat. Meskipun lambt,
pergerakannya masih mempunyai karakteristi yang serupa dengan pergerakan usus
halus dan ekali lagi dapat dibagi menjadi gerakan-gerakan mencampur dan
gerakan-gerakan mendorong (Guyton, 1997).
Iritasi
dalam kolon dapat menyebabkan pergerakan massa yang kuat. Sebagai contoh
seorang yang menderita tukak kolon (kolitis ulserativa) sering mengalami
pergerakan massa yang menetap hampir setiap saat. Pergerakan massa juga dapat
ditimbulkan oleh perangsangan kuat sistem saraf para simpatis atau peregangan
yang berlebihan pada satu segmen kolon (Guyton, 1997).
Sebagian besar
waktu. Rektum tidak berisi feses. Hal ini sebagian adalah dari kenyataan bahwa
terdapat sfringter fumgsional yang lemah sekitar 20 cm dari anus pada
perbatasan antara sigmoid dan rektum. Disini juga terdapat sebuah sudut tajam
yang menambah resistensi terhadap pengisian rektum. Bila pergerakan massa
mendorong feses masuk ke dalam rektum, secara normal timbul keinginan untuk
defekasi (Guyton, 1997).
Peningkatan
motilitas saluran pencernaan dan penurunan absorbsi cairan merupakan faktor
utama pada diare. Obat-obat antidiare tersebut obat antimotilitas, adsorben,
dan obat-obat yang merubah transpor cairan dan elektrolit (Mycek, 1997).
a.
Obat-obat
antimotilitas
Dua obat yang
dipakai secara luas untuk mengendalikan diare adalah difenoksilat dan
loperamid. Keduanya merupakan analog meperidin dan memiliki efek seperti opiod
pada usus, mengaktifkan reseptor opioid presinaptik di dalam sistem saraf
enterik untuk menghambat pelepasan asetilkolin dan menurunkan peristaltik
(Mycek, 1997).
Efek
samping termasuk rasa mengantuk, kejang perut dan pusing, karena obat ini dapat
menyebabkan megakolon yang toksis, maka tidak digunakan pada anak-anak atau
pada pasien dengan kolitas berat (Mycek, 1997).
b.
Adsorben
Obat-obat
adsorben seperti kaolin, pektin, metilselulosa dan atapulgit yang diaktifkan,
magnesium aluminium silikat, digunakan secara luas untuk mengendalikan diare,
walaupun efektivitasnya belum didokumentasikan dengan percobaan klinik yang
terkontrol. Diduga obat-obat ni bekerja dengan mengabsorbsi toksin intestinal
atau mikroorganisme, atau dengan melapisi atau melindungi mukosa intestinal.
Obat-obat ini kurang efektif dibandingkan dengan obat-obat antimotilitas dan
dapat menganggu absorbsi obat-obat lain (Mycek, 1997).
c.
Obat
yang mengubah transpor cairan dan elektrolit
Percobaan dan
observasi klinis menyatakan bahwa NSAID seperti aspirin dan indometasin efektif
dalam menghentikan diare. Efek antidiare ini mungkin karena penghambatan
sintesis prstaglandin. Bismit subsalisilat digunakan untuk travelers diarrhea
menurunkan sekresi cairan di dalam usus, efek ini mungkin karena komponen
salisisaltnya (Mycek, 1997).
Obat yang
secara secara selektif merangsang fungsi motorik usus memiliki berbagai macam
potensi klinis yang bermakna. Agen yang meningkatkan tekanan sfringter esofagus
bawah dapat bermanfaat untuk GERD. Obat yang meningkatkan pengososngan lambung
mungkin bermanfaat pada gastroparesis dan penundaan pengosongan lambung, pasca
bedah. Agen yang merangsang usus halus mungkin bermanfaat pada ileus pasca
bedah atau pseudo-obstruksi usus kronik. Akhirnya agen yang mempercepat transit
kolon bermanfaat dalam terapi konstipasi. Sayangnya, sekarang ini hanya
terdapat sedikit agen dalam kelompok ini yang dapat digunakan untuk klinis
(McQuaid, 2010).
Agonis
kolinomimetik seperti betanekol merangsang reseptor muskarinik M3
yang terdapat dalam sel otot dan pada sinaps-sinaps pleksus mienterikus. Akibat
dari efek kolinergik multipel dan muculnya agen yang kurang toksis, obat ini
jarang digunakan. Penghambat asetilkolineterase neostigmin dapat meningkatkan
pengosongan lambung, usus halus dan kolon. Pemberian neostigmin 2 mg
menyebabkan evakuasi secara flatus dan feses pada sebagian besar pasien. Efek
kolinergik yang muncul meliputi salivasi berlebihan, mual, muntah, diare dan
bradikardia (McQuaid, 2010).
METOKLOPRAMID
& DOMPERIDON
Obat
ini adalah antagonis reseptor D2 di dalam saluran cerna, aktivitas
reseptor dopamin menghambat perangsangan otot polos kolinergik, blokade efek
ini dipercaya menjadi mekanisme kerja prokinetik utama dari agen ini. Agen ini
meningkatkan amplitudo peristaltik esofagus, meningkatkan tekanan sfingter
esofagus bawah dan meningkatkan pengososngan lambung tetapi tidak memiliki efek
terhadap motitilas usus halus atau kolon (McQuaid, 2010).
Penggunaan
klinis dari obat ini yaitu:
a.
untuk
penyakit refluks gastrointestinal atau disebut GERD
b.
gangguan
pengosongan lambung
c.
dispepsia
nonulkus
d.
pencegahan
muntah
e.
perangsangan
laktasi pasca persalinan
efek
samping obat ini yang paling sering melibatkan sistem saraf puat. Kegelisahan
dan rasa mengantuk, insomnia, ansietas, dan agitasi timbul pada 10-20 % pasien
terutama pada lansia (McQuaid, 2010).
Antibotik
makrolida seperti eritromisin secara langsung merangsang reseptor motilin pada
otot plos saluran cerna dan mempercepat awetan kompleks motorik yang
bernigrasi. Obat ini dapat digunakan pada pendeita perdarahan saluran cerna
bagian atas akut untuk mempercepat pengosongan darah dari lambung sebelum
endoskopi dilakukan (McQuaid, 2010).
Lubiproston
merupakan turunan asam prostanoat yang baru baru ini disetujui dan dilabel
untuk digunakan pada konstipasi kronik. Obat ini dilaporkan bekerja dengan
merangsang pembukaan kanal klorida dalam usus. Hal ini meningkatkan sekresi
cairan ke dalam usus dan mempersingkat waktu transit dalam usus (McQuaid,
2010).
Kebanyakan
orang sebenarnya tidak memerlukan laksatif, tetapi tetap saja obat ini dibeli
sendiri secara bebas oleh sebagian besar masyarakat. Bagi kebanyakan orang konstipasi
intermiten paling baik dicegah dengan diet tinggi serat, asupan cairan yang
adekuat, olahraga teratur, menuruti panggilan alam. Laksatif pembentuk massa
adalah koloid hidrofilik tak tercerna yang menyerap air dan membentuk gel
emolien bermassa yang merenggangkan kolon sehingga merangsang peristaltik.
Sediannya yaitu psilium, metilselulosa dan polikarbofil. Agen surfaktan feses
berfungsi untuk melunakkan feses dan memudahkan air dan lipid untuk masuk ke
dalamnya, contohnya dokusat, suppositoria gliserin (McQuaid, 2010).
Laksatif
osmotik merupakan senyawa mudah larut tetapi tak mampu diserap akibatnya
meningkatkan kecairan feses akibat adanya peningkatan cairan dalam feses. Garam
atau gula yang tidak dapat diserap digunakan untuk menangani konstipasi akut
atau mencegah konstipasi kronik. Magnesium oksida merupakan laksatif osmotik
yang banyak digunakan. Polietilen glikol digunakan untuk melakukan pembersihan
kolon secara tuntas sebelum prosedue endoskopik gastrointestinal (McQuaid,
2010).
Laksatif stimulan
memicu pergerakan usus melalui sejumlah mekanisme yang belum terlalu dipahami,
meliputi perangsangan lamngsung terhadap sistem saraf enterik serta sekresi
cairan dan elektrolit oleh kolon. Minyak kastor merupakan laksatif stimulan
yang poten. Obat ini dihidrolisis dalam usus halus bagian atas menjadi asam
ricinoleat, yaitu suatu iritan setempat yang merangsang motilitas usus
(McQuaid, 2010).
Tegaserod
merupakan agonis reseptor serotonin 5-HT4. Obat ini meningkatkan
pengosongan lambung dan mempercepat waktu transit dalam usus halus dan usus
besar tetapi tidaj memiliki efek terhadap moltilitas esofagus.penggunaan obat
ini disetujui pada terapi penderita konstipasikronik, selain itu digunakan
dalam terapi gangguan motilitas gastrointestinal lainnya seperti dispepsia
nonulkus, dan konstipasi kronik, masih diteliti. Efek sampingnya dapat
menimbulkan diare dan nyeri di kepala (McQuaid, 2010).
Diare
adalah pengeluaran feses cair atau seperti bubur berulang kali (lebih dari tiga
kali sehari). Pada penyakit usus halus atau usus besar bagian atas, akan
diekresikan feses dalam jumlah banyak dan mengandung air dalam jumlah besar,
penyakit pada kolon bagian distal menyebabkan diare dalam jumlah sedikit (Mutschler,
1991).
Berdasarkan
tinjaun patogenik dibedakan beberapa mekanisme penyebab sebagai berikut:
1.
kurangnya
absorbsi zat osmotik dari lumen usus (diare osmotik)
2.
meningkatnya
skresi elektrolit dan air ke dalam lumen usus (diare sekretorik)
3.
naiknya
permeabilitas mukosa usus
4.
terganggunya
motilitas usus
Seringkali
beberapa mekanisme bersama sama ikut mengambil bagian. Diare osmotik dapat
disebabkan oleh sindrom malacerna (maldigesti) atau malabsorbsi serta akibat
pemasukan zat yang sukar diabsorbsi (dibandingkan osmolaksanasia). Jika makanan
dihentikan, diare osmotik akan berhenti (Mutschler,
1991).
Diare
sekretri seringkali disebabkan oleh toksin bakteri yang mengaktifkan adenilat
siklase dalam sel mukosa, sehingga cAMP akan dibentuk lebih banyak. Disamping
toksin kolera, toksin dari salmonella dan Shigella serta galur Coli patogen
juga menyebabkan diare sekretorik. Sebagian besar diare musim panas dan diare
perjalanan disebabkan oleh suatu toksin E.coli. penyebab lain diare sekretori
ini adalah zat endogen misalnya polipeptida usus vasoaktif (VIP) (Mutschler,
1991).
Berbeda dengan
diare osmotik, diare sekretorik tetap terjadi juga pada pasien yang puasa.
Peningkatan permeabilitas mukoa usus dapat terjadi karena penyakit pada usus
halus dan usus besar (misal colitis ulcerosa atau karsinoma kolon) atau karena
tidak diabsorbsinya asam empedu. Diare khologen semacam ini ditemukan setelah
sekresi ileum, yang merupakan tempat utama reabsorbsi kembali asam empedu. Asam
empedu yang masuk ke kolon akan memperbesar masuknya air dan elektrolit ke
lumen usus dan disini akan menyebabkan diare (Mutschler,
1991).
Jika kehilangan
asam empedu melampaui kapasitas sintesis di hati, terjadi pengurangan absorbsi
lemak sehingga timbul feses berlemak (steatorea). Peningkatan motilitas
intestin yang menyebabkan diare ditemukan misalnya pada hipertireosis (Mutschler,
1991).
Terapi diare harus
disesuaikan dengan penyebabnya. Diare perjalanan dan diare musim panas akut
merupakan penyakit yang sembuh sendiri dan tidak memerlukan penanganan dengan
obat-obat khusus. Penanganan terapeutik yang terpenting adalah penggantian
cairan dan elektrolit secukupnya (Mutschler,
1991).
Berdasarkan
penyebabnya diare dapat dibedakan menjadi beberapa jenis gastroenteris dan
diare sebagai berikut:
a.
Akibat
virus misalnya influenza perut. Virus melekat pada sel-sel mukosa usus yang
menjadi rusak sehingga kapasitas resorbsi menurun dan sekresi air dan
elektrolit memegang peranan
b.
Diare
bakterial invasif agak sering terjadi tetapi mulai berkurang brhubung semakin
meningkatnya derajat higiene masyarakat
c.
Diare
akibat penyakit misalnya colitis ulcerosa, juga akibat gangguan seperti alergi
terhadap makanan, defisiensi enzim laktase
d.
Akibat
obat yaitu digoksin, kinidin, garam mg, dan litium, sorbitol, beta bloker dan
antibiotika yang berspektrum luas seperti ampisilin
e.
Diare
parasiter akibat protozoa seperti entamoeba histolyca yang terutama terjadi di
daerah sub tropis
f.
Akibat
keracunan makanan sering terjadi misalnya pada waktu penghelatan anak-anak
sekolah atau karyawan perusahaan dan biasanya disertai muntah-muntah (Tjay, 2007).
Setiap
tahun lebih kurang 5 juta anak dibawah usia 5 tahun meninggal akibat diare.
Kurang lebih 65 % diantaranya karena dehidrasi. Untuk pertama diambil tindakan
guna mencegah dan mengatasi dehidrasi dan kehilangan garam. Untuk tujuan ini
WHO menganjurkan ORS (oral rehidration solution) (Tjay, 2007).
ORS adalah
suatu larutan dari campuran NaCl 3,5 g, KCl 1,5 g, Na-trisitrat 2,5 g dan
glukosa 20 g dalam 1 liter air matang (oralit). Dasar ilmiah ini dari
penggunaan ORS ini adalah penemuan kurang lebih 25 tahun yang lalu bahwa
glukosa menstimulasi secara aktif transpor Na dan air melalui dinding usus
(Tjay, 2007).
Beberapa tahun
yang lalu ditemukan bahwa tepung beras sebagai pengganti glukosa dan campuran
ORS memberikan keuntungan penting yaitu menghasilkan dua kali lebih banyak
glukosa dari pada ORS biasa (Tjay, 2007).
Loperamid
banyak digunakan untuk mengurangi frekuensi defekasi pada diare viral dan akut
tanpa demam atau darah dalam tinja. Biasanya diare sembuh sendiri kurang dari 5
hari jika lebih maka dapat digunakan obat (Tjay, 2007).
BAB
IV
METODE
PERCOBAAN
4.1
Alat
·
Timbangan hewan
·
Spuit 1 ml
·
Spuit 3 ml
·
Oral sonde
·
Beaker glass 50 ml
·
Stopwatch
·
Spidol marker permanent
·
Kotak kaca
4.2
Bahan
·
Oleum Ricini
·
Loperamid
·
Norit 5 %
·
Suspensi CMC 1 %
4.3
Prosedur Kerja
·
tikus dibagi menjadi 4 kelompok yaitu
-
I = kelompok kontrol, diberikan suspensi norit 5 % sebanyak 1 ml
-
II = diberikan oleum ricini sebanyak 2 ml dan suspensi norit 5 % sebanyak
1 ml
-
III = diberi ekstrak tumbuhan
-
IV = diberikan suspensi loperamid dosis 1,4 mg/kg BB
·
Setelah 30 menit, diberikan oleum ricini sebanyak 2 ml
·
Pada menit ke-60 semua hewan diberikan suspensi norit 5 % sebanyak 2 ml
·
Pada menit ke-90 semua hewan dikorbankan secara dislokasi leher. Usus
dikeluarkan secara hati-hati. Diukur panjang usus yang dilalui marker norit
mulai dari pilorus sampai ujung akhir (berwarna hitam) dan panjang seluruh usus
dari p[ilorus samp[ai katup ileosekal dari masing-masing hewan
·
Hitung persen lintas yang dilalui marker norit terhadap panjang usus
BAB
V
HASIL
DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil
Kelompok
|
Tikus
|
Panjang usus seluruhnya
|
Panjang usus yang dilalui marker
|
Persen lintas
|
CMC 1 %
|
165,5 g
|
90 cm
|
45 cm
|
50 %
|
|
198 g
|
92 cm
|
49 cm
|
53,26 %
|
Ekstrak batang sikam 100 mg/kg BB
|
194,5 g
|
100 cm
|
41 cm
|
41 %
|
|
150,6 g
|
90 cm
|
45 cm
|
50 %
|
Ekstrak batang sikam 200 mg/kg BB
|
154 g
|
94 cm
|
58 cm
|
61,70 %
|
|
161,1 g
|
77 cm
|
50 cm
|
64,9 %
|
Loperamid
|
127,5 g
|
57 cm
|
32,5 cm
|
57 %
|
|
154,5 g
|
110 cm
|
90,5 cm
|
82,27 %
|
Perhitungan
Dosis
Tikus 1
= 165,5 g
CMC 1 % =
Tikus 2
= 198 g
CMC 1 % =
Tikus 3 = 194,5 g
Ekstrak
batang sikam 1 % dosis 100 mg/kg BB =
=
Tikus 4 = 150,6 g
Ekstrak
batang sikam 1 % dosis 100 mg/kg BB =
=
Tikus 5 = 154 g
Ekstrak
batang sikam 1 % dosis 200 mg/kg BB =
=
Tikus 6 = 161,1 g
Ekstrak
batang sikam 1 % dosis 200 mg/kg BB =
=
Tikus
7 = 127,5 g
Loperamid
0,1 % dosis 1,4 mg/kg BB =
=
Tikus
8 = 154,5 g
Loperamid
0,1 % dosis 1,4 mg/kg BB =
=
5.2
Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan menunjukkan bahwa data persentase
rasio panjang usus yang dilalui marker norit terhadap panjang usus keseluruhan
pada hewan uji (tikus) yang mendapat perlakuan dengan ekstrak batang sikam 1 %
dosis 100 mg/kg BB berturut-turut adalah 41 % dan 50 %. Data ini ini lebih
kecil dari pada data tikus kelompok kontrol yang mendapat perlakuan dengan CMC
1 %, hal ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak batang sikam 1 % dosis 100 mg/kg
BB memiliki efek farmakologi sebagai antimotilitas (Anas, 2000).
Sementara persentase rasio panjang usus yang dilalui marker
norit terhadap panjang usus keseluruhan pada tikus yang mendapat perlakuan
dengan ekstrak batang sikam 1 % dosis 200 mg/kg BB dan loperamid 0,1 % dosis
1,4 mg/kg BB menunjukkan hasil yang lebih besar dibanding dengan kelompok
kontrol. Hal ini tidak sesuaikan dengan yang diharapkan yang seharusnya
memiliki persentase perbandingan rasio yang lebih kecil dari hewan kelompok
kontrol, hal yang dapat menyebabkan hasil tersebut salah satunya ialah
ketelitian praktikan dalam memberikan obat atau sediaan uji serta faktor
fisiologi hewan uji.
Suatu sediaan uji dikatakan memiliki efek antimolititas bila
rasio jarak yang dilalui oleh marker norit lebih kecil bila dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Para penelitian terdahulu telah banyak mengungkapkan
kemampuan oleum ricini dalam menginduksi diare. Trigliserida dari asam
risinoleat yang terdapat dalam oleum ricini akan mengalami hidrolisis dalam
usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserida dan asam risinoleat yang dapat
menginduksi diare dengan cara menstimulasi aktivitas peristaltik di mukosa
intestinal, sehingga menyebabkan perubahan permeabilitas sel mukosa terhadap
cairan dan elektrolit, serta meningkatkan biosintesis prostaglandin (Anas,
2000).
BAB VI
KESIMPULAN
DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
·
Ekstrak batang sikam memiliki efek antidiare
·
Efek antidiare ekstrak batang sikam lebih besar
dibandingkan CMC
·
Persentase lintas usus ekstrak batang sikam
lebih kecil dibandingkan CMC
6.2
Saran
·
Diharapkan praktikan selanjutnya menggunakan
obat antidiare dari golongan lain seperti kaolin
·
Diharapkan praktikan selanjutnya menggunakan
ekstrak tumbuhan yang lain yang memiliki efek antidiare seperti daun randu
·
Diharapkan selanjutnya praktikan menggunakan
metode lain untuk uji antiadiare yaitu tanpa mendiskoneksikan hewan uji seperti
metode kruskal-wallis dan uji mann whitney yaitu dengan menghitung berat feses
tikus
DAFTAR PUSTAKA
Anas, Y, dkk.
(2000). Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Daun Randu (Ceiba petandra) Pada
Mencit Jantan Galur Balb/c. Semarang:Universitas Diponegoro
Enda, W, G.
(2009). Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Kulit Batang Salam (Syzygium
polyanthum) Terhadap Mencit Jantan. Medan: Universitas Sumatera Utara
Guyton, A, C. (1997). Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC
McQuaid, K, R.
(2010). Obat Yang Digunakan Pada Terapi Penyakit Gastrointestinal. Dalam Buku: Farmakologi
Dasar & Klinik. Editor Bertram G. Katzung. Jakarta: EGC
Mutschler, E, (1991). Dinamika
Obat Farmakologi dan Toksikologi. Bandung: Penerbit ITB
Mycek,
J, M. Harvey, R, A, Champe, P, C. dan Fisher, B,D. (1997). Farmakologi
Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya Medika
Tjay,
T. H dan Kirana R. (2007). Obat-Obat
Penting Penggunaan dan efek-efek sampingnya Edisi V. Jakarta: PT Alex
Medika Komputindo
LAMPIRAN
SEDIAAN
UJI
HEWAN
UJI
ORAL
SONDE
PEMBERIAN
EKSTRAK BATANG SEKAM
PEMBERIAN
OLEUM RICINI
PEMBERIAN
NORIT
PROSES
PENGELUARAN USUS TIKUS
ORGAN
DALAM TIKUS
PENGUKURAN
USUS TIKUS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar