Senin, 14 Juli 2014

praktikum imunitas

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Imunitas adalah kemampuan tubuh untuk menahan atau menghilangkan benda asing atau sel abnormal yang berpotensi merugikan. Berikut ini adalah ulasan singkat yang membahas tentang sistem imun; (1) mempertahankan tubuh dari patogen invasif (mikroorganisme penyebab penyakit misalnya bakteri atau virus), (2) menyingkirkan sel atau jaringan yang rusak oleh trauma atau penyakit, memudahkan jalan untuk penyembuhan luka dan perbaikan jaringan, (3) mengenali dan menghancurkan sel abnormal atau mutan yang berasal dari tubuh. (4) melakukan respon imun yang tidak pada tempatnya yang meyebabkan alergi, yang terjadi ketika tubuh melawan entitas kimiawi lingkungan yang normalnya tidak berbahaya, atau menyebabkan penyakit otoimun (Sherwood, 2012).
Imunitas protektif dihasilkan oleh kerja sama dua komponen sistem imun yang terpisah tetapi saling bergantung yaitu sistem imun bawaaan dan sistem imun adaptif atau didapat. Respon kedua sistem ini berbeda dalam waktu dan dalam selektivitas mekanisme pertahanannya. Sistem imun bawaan mencakup repon imun nonspesifik tubuh yang bereaksi segera setelah adanya suatu agen yang mengancam. Respon nonspesifik ini adalah mekanisme pertahanan inheren (bawaan atau sudah ada) yang secara nonselektif mempertahankan tubuh dari benda asing atau materi abnormal apapun jenisnya, bahkan meskipun baru pertama kali terpapar. Respon ini merupakan lini pertama pertahanan terhadap berbagai ancaman, termasuk agen infeksi, iritan kimiawi dan cedera jaringan akibat trauma mekanis atau luka bakar. Semua orang lahir dengan mekanisme respon imun bawaan yang pada hakikatnya sama, meskipun mungkin terdapat sedikit perbedaan genetik (Sherwood, 2012).
Sistem adaptif atau didapat sebaliknya mengandalkan respon imun spesifik yang secara selektif menyerang benda asing tertentu yang tubuh pernah terpajan dan memiliki kesempatan untuk mempersiapkan serangan yang secara khusus ditujukan kepada musuh tersebut.  Karena itu, sistem imun adaptif memerlukan waktu cukup lama untuk menyerang dan mengalahkan musuh spesifik (Sherwood, 2012).
1.2  Tujuan Percobaan
·         Untuk mengetahui efek antialergi dari pemberian obat CTM sebagai obat antihistamin pada hewan percobaan (tikus) yang telah disuntikkan ovalbumin.
·         Untuk mengetahui aktivitas antialergi ekstrak daun mimba sebagai sediaan uji dengan dosis 100 mg/kgBB dan 150 mg/kgBB pada hewan percobaan (tikus) yang telah disuntikkan ovalbumin.
·         Untuk membedakan aktivitas antialergi antara CTM dengan ekstrak daun mimba dengan dosis 100 mg/kgBB dan 150 mg/kgBB pada hewan percobaan (tikus) yang telah disuntikkan ovalbumin.





















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar pertahanan tubuh
            Untuk melawan zat yang secara potensial mearusak atau pun untuk melawan mikroorganisme, tubuh dilengkapi dengan mekanisme pertahanan spesifik dan non spesifik. Pada mekanisme non spesifik, suatu zat asing dapat dibuat tak merusak walaupun tanpa kontak sebelumnya. Sedangkan pada mekanisme spesifik, sebelumnya harus ada kontak pertama, yang menyebabkan kontak dengan antibodi (Mutscher, 2006).
            Imunitas adalah kemampuan tubuh untuk menahan atau menghilangkan benda asing atau sel abnormal yang berpotensi merugikan.
1.      Mempertahankan tubuh dari pathogen invatif (mikroorganisme penyebab penyakit misalnya bakteri dan virus)
2.      Menyingkirkan sel yang “aus” dan jaringan yang rusak oleh trauma atau penyakit, memudahkan jalan untuk penyembuhan  luka dan perbaikan jaringan
3.      Mengenali dan menghancurkan sel abnormal atau mutan yang berasal dari tubuh
4.      Melakukan respon imun yang tidak pada tempatnya yang menyebabkan alergi, yang terjadi ketik tubuh melawan entitas kimiawi lingkungan yang normalnua tidak berbahaya, atau menyebabkan penyakit otoimun, yang terjadi ketika sistem pertahanan secara salah menghasilkan antibody terhadap tipe tertentu sel tubuh sendiri (Sherwood, 2009).
2.1.1 Pertahanan Humor Non Spesifik
            Pada pertahanan human non spesifik terhadap penyebab penyakit berperan sejumlah plasma. Termasuk di sini  terutama sistem komplemen, yang terdiri atas Sembilan komponen serum yang dapat diaktifkan. Pengaktifan ini dapat dilakukan oleh kompleks antigen-antibodi (cara klasik) dan dengan caara yang tidak bergantung pada antibody (cara alternatif);  ini bereaksi dengan cara berurutan. Kemampuan biologik sistem komplemen adalah dalam:
·         Pertahanan terhadap penyebab
·         Penghantar radang
·         Pengatur fungsi sel B
(Mutscher, 2006).
2.1.2    Pertahanan sel non spesifik
Kelompok tertentu dari sel darah putih mampu melakukan gerakan antiboid dan fagositosis.  Termasuk di sini adalah:
·            Granulosit neutrofil,
·            Granulosit eusinofil dan
·            Monosit
            Kedua sel yang disebut pertama disebut juga mikrofage. Peran mikrofage untuk pertahanan, jauh melampauin fagositosis. Sel ini berperan juga pada tanggapan imunologik spesifik, pada reaksi alergi serta pada pertahanan transplantat dan tumor (Mutscher, 2006).
2.1.3    Pertahanan humor spesifik
Jika tubuh mengenali suatu zat yang diabsorpsi atau yang diberikan parenteral sebagai zat asing (antigen), maka sel akan membentuk zat yang melawan antigen tersebut yaitu antibodi. Di sini peran utama dilakukan oleh limfosit (Mutscher, 2006).
            Antigen merupakan zat asing bagi organisme, yang menimbulkan proses perlawanan imunogenik dalam darah dan jaringan. Antigen ini akan membentuk ikatan reversible dengan antibody khusus yang terbentuk untuknya. Hasilnya adalah suatu kompleks antigen-antibody (imun kompleks). Antigen merupakan molekul besar (protein, karbohidrat dan kadang-kadang juga lipid) dengan bobot molekul 10.000 dan mempunyai bagian struktur yang berperan pada kespesifikan serologic (determinan) (Mustchler, 2006).
Antibodi (immunoglobulin) merupakan molekul yang dihasilkan oleh limfosit B dan makrofag yang dirangsang oleh antigen asing (Lantapi). Antibody terbentuk setelah antigen berkontak dengan sel yang mempunyai kemampuan imunologik. Biasanya merupakan produk organisme yang berkomplementer terhadap antigen dan spesifik terutama termasuk kelompok ᵞ-globulin. Pembentukan antibodi oleh sel plasma, yang terbentuk setelah kontak antigen dan berasal dari ᵝ-limfosit yang mengalami proliferasi dan diferensiasi (Mustchler, 2006).
Jenis antibodi antara lain:
1.    Imunoglobulin G
       Dapat dianggap sebagai prototip immunoglobulin dan paling banyak diteliti. Dalam plasma manusia kadar IgG lebih tinggi daripada kadar imunoglobulin lainnya. Pada imunisasi pertama, IgG akan terbentuk setelah pembentukan IgM, akan tetapi dalam jumlah yang lebih banyak. Karena IgG merupakan satu-satunya immunoglobulin yang dapat melewati membran, maka ia dapat masuk ke sirkulasi bayi yang dikandung dan di sana berfungsi sebagai pengeliminasi mikroorganisme. Dengan demikian IgG akan memberikan perlindungan pada bayi pada bulan-bulan pertama kelahiran (Mustchler, 2006).
2.    IgM
       Merupakan antibody yang pertama kali diproduksi sebagai respon imun terhadap antigen yang diikuti pengalihan ke produksi IgG atau antibody kelas lain. Hal ini tergantung dari sinyal Th yang memerlukan ikatan dengan ligan CD40 di permukaan sel T dan dengan CD40 di sel B. Di samping itu, sitokin yang diproduksi sel T berpengaruh terhadap gen region konstan yang menimbulkan pengalihan kelas (Lantapi).
3.    IgA
       IgA mengkhususkan diri pada proses pertahanan permukaan mukosa tubuh. Fungsinya adalah untuk mencegah penimbunan dan masuknya penyebab penyakit serta zat antigen lain ke dalam selaput lendir. IgA merupakan satu-satunya antibody yang dapat diekskresi, ditemukan dalam air susu ibu (Mustchler, 2006).
4.    IgD
       Terdapat di permukaan sel B tetapi fungsinya belum diketahui (Sherwood, 2009)
5.    IgM
       Berfungsi sebagai reseptor permukaan sel B untuk mengikat antigen dan disekresi pada tahap-tahap awal respon sel plasma (Sherwood, 2009).
2.2  Histamin
            Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino histidin, banyak terdapat pada tanaman dan binatang. Dalam organisme manusia terdapat dalam paru-paru, kulit dan  dalam saluran cerna. Histamin terdapat dalam sel mast dan leukosit basofil dalam bentuk tak aktif secara biologik dan disimpan terikat pada heparin dan protein basa. Histamin akan dibebaskan dari sel-sel ini
·         Pada reaksi hipersensitivitas
·         Pada rusaknya sel (misalnya pada luka)
·         Akibat senyawa kimia (pembebas histamine (Mustchler, 2006).
Histamin (suatu autocoid atau hormon lokal) adalah suatu amin nabati (bioamin) yang ditemukan oleh dr. paul ehrlich (1878) dan merupakan produk normal dari pertukaran zat histidin melalui dekarboksilasi enzimatis. Asam amino ini masuk ke dalam tubuh terutama dalam daging (protein) yang kemudian di jaringan (juga di usus halus) diubah secara enzimatis menjadi histamin (dekarboksilat) (Tjay Hoan, 2007).
Terdapatnya hampir semua organ dan jaringan memiliki histamin dalam keadaan terikat dan inaktif, yang terutama terdapat dalam sel-sel tertentu. Mast cells ini (Ing. mast = menimbun) menyerupai bola-bola kecil berupa gelembung yang penuh dengan histamine dan zat-zat mediator lain. Sel-sel ini banyak ditemukan di bagian tubuh yang bersentuhan dengan dunia luar, yakni kulit, mukosa dari mata, hidung saluran napas (bronchia, paru-paru) dan usus, juga dalam lekosit basofil darah. Dalam keadaan bebas aktif juga terdapat dalam darah dan otak, di mana histamine bekerja sebagai neurotransmitter.  Di luar tubuh manusia histamine terdapat dalam bakteri, tanaman (bayam, tomat) dan makanan (keju tua) (Tjay Hoan, 2007).
Histamin dapat dibebaskan dari mast-cells oleh bermacam-macam factor, misalnya oleh suatu reaksi alergi (penggabungan antigen-antibodi). Zat-zat kimia dengan daya membebaskan  histamin (histamine liberators) seperti racun ular dan tawon, enzim proteolis dan obat-obat tertentu (morfin dan kodein, tubokurarin, klordiazepoksida) (Tjay Hoan, 2007).
Histamine memegang peran utama pada proses peradangan dan pada sistem daya-tangkis. Kerjanya berlangsung melalui tiga jenis reseptor, yakni reseptor H1, H2, H3. Reseptor H1 secara selektif diblok oleh antihistaminika (H1-blockers), reseptor H2 oleh penghambat asam lambung (H2-blocker), reseptor H3 memegang peranan pada regulasi tonus saraf simpatikus. Aktifitas terpenting histamine adalah:
·          Kontraksi otot polos bronchi, usus dan rahim;
·          Vasodilatasi semua pembuluh dengan penurunan tekanan darah;
·          Membesarkan permeabilitas kapiler untuk cairan dan protein, dengan adanya akibat udema dan pengembangan mukosa;
·          Hipersekresi ingus dan air mata, ludah, dahak dan asam lambunng;
·          Stimulasi ujung saraf dengan eritema dan gatal-gatal (Tan, 2007).
  Dalam keadaan normal, kadar histamine dalam darah hanya rendah, k.l 50 mcg/L, sehingga tidak menimbulkan efek. Baru bila mast cells dirusak membrannya sebagai akibat dari salah satu faktor tersebut di atas, maka dibebaskanlah banyak histamine sehingga efek itu menjadi nyata. Setalah melakukan kegiaatannya, kelebihan histamine diuraikan oleh enzim histaminases yang juga terdapat dalam jaringan (Tan, 2007).
Histamine bekerja pada 2 reseptor berbeda yang disebut reseptor H1, dan reseptor H2. Stimulasi reseptor H1 menimbulkan:
·         Vasokontriksi pembuluh  yang lebih besar,
·         Kontraksi otot bronchus, otot usus dan otot uterus,
·         Kontraksi sel-sel endotel- ini sama dengan sel-sel otot polos- dan dengan demikian ketelapan  penula naik akibat pembesaran rongga-rongga antar sel-sel endotel. Melalui rongga-rongga ini plasma dapat memasuki jaringan, serta
·         Kenaikan aliran limfe (Mustchler, 2006).
·         Stimulasi reseptor H2 menyebabkan:
·         Dilatasi pembuluh paru-paru,
·         Meningkatkan frekuensi jantung dan kenaikan kontraktilitas jantung, serta
·         Kenaikan sekresi kelenjar, terutama dalam mukosa lambung
Stimulasi pada kedua jenis reseptor menyebabkan:
·      Vasodilatasi arterior dan pembuluh darah koronaria (Mustchler, 2006).
Apabila histamin berhasil mencapai kulit, terjadi pemerahan disertai rasa nyeri akibat pelebaran kapiler atau terjadi pembengkakan yang gatal akibat kenaikan ketelapan kapiler. Histamine mempunyai arti khusus pada reaksi alergi tipe segera. Antigen yang terjadi bereaksi dengan anti body IgE yang terfiksasi pada sel mast dan dengan demikian membebaskan histamine dari sel ini. Hal ini dapat menimbulkan syok anafilaktik, urtikaria alergik atau udem. Pada syok endotoksin, pada peradangan dan kebakaran juga ditemui terjadinya degranulasasi sel-sel mast dan kenaikan konsentrasi histamine dalam darah. Histamine digunakan untuk diagnosis pada produksi asam klorida yang berkurang. Selama mukosa lambung masih mampu membentuk asam klorida, mukosa ini dapat dirangsang oleh penyuntikan histamine secara subkutan untuk membebaskan asam klorida. Apabila setelah penyuntikan histamine pembebasan asam klorida berhenti maka disebut anasiditas histaminrefrakter (Mustchler, 2006).
2.3  Antihistamin
            Antihistaminika adalah obat yang mampu mengusir histamine secara kompetitif dari reseptornya dan dengan demikian mampu miniadakan kerja histamine. Sesuai dengan kerjanya pada reseptor histamine yang berbeda, dibedakan
·         Antihistaminika H1 dan
·         Antihistaminika H2
Antihistaminika adalah zat-zat yang dapat mengurangi efek histamine terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamine (penghambat saingan). Antihistaminika dapat dibagi dua kelompok, yakni antaginis reseptor H1 (Singkatnya H1-blokers atau histaminika) dan antaginis reseptor H2 (H2-blokers atau zat penghambat asam) (Tan, 2007).
·   H1 (Antihistaminika klasik) mengantagonir histamine dengan jalan memblok reseptor H1 di otot licin dari dingding pembuluh, bronchi dan saluran cerna, kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamin di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaktion). Efeknya adalah simtomatis, anti histaminika tidak dapat menghindarkan reaksi alergi. Dahulu antihistaminika dibagi secaran kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam dua kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni
Ø Generasi ke-1: prometazin, osmetazin, tripelenamin, (klor) feniramin, difenhindramin, klemastin (tavegil), siproheptadin (periactin), azelastin (allergodil), sinarizin, meklozin, hidroksizin, ketotifen (Zaditen) dan oksatomida (tinset). Obat-obat berhasiat sedatif terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek anti kolinergis.
Ø Obat generasi ke-2: astemijol, terfenadin, dan fenofenadin, akrivastin (semprex), setiriji (loratidin), lefokabastin (livocab) dan emedastin (emadin). Zat-zat ini bersifat hidrofil dan sukar mencapai CCS (Cairan cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis tidak bekerja sedatif. Keuntungan lainnya adalah plasmat1/2 yang lebih panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 kali sehari. Efek antialerginya selain berdasarkan khasiat antihistamin, juga berkat dayanya menghambat sintetis mediator-radang, seperti prostaglandin, leukotrien dan kinin (Tan, 2007).
Ø  H2-blockes (penghambat asam). Obat-obat ini menghambat secara selektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambung-usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan dalam simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamine (Tjay Hoan, 2007).
           Kerja antihistaminika H1 meniadakan secara kompetitif kerja histamine pada reseptor H1 sebaliknya bahan-bahan aktif ini tidak mempengaruhi histamine lain yang ditimbulkan akibat kerja pada reseptor H2. Hampir semua histaminika H1 memiliki kerja spasmolitik dan anastetika lokal. Beberapa senyawa bekerja juga simpatolitik (Mutschler, 2006).
           Kinetika pada pemberian oral kebanyakan antihistaminika H1, diabsopsi dengan cepat dan baik. Indikasi antihistaminika ini pada semua penyakit, yang disebabkan oleh pembebadan histamine, seperti misalnya pada urtikaria, Hay fever, udem Quincke, serum-sickness, alergi obat, gigitan serangga. Indikasi lain adalah pruritus. Pemakaian dan dosis umumnya pemberian secara oral atau lokal sudah cukup. Besarnya dosis pada orang dewasa  menurut sediaan terletak antara 1mg dan 100 mg. Efek samping yang paling berpengaruh adalah terhadap sistem saraf pusat. Interaksi kerja analgetika, hipnotika, narkotika, psikofarmaka yang menekan pusat dan alkohol dapat diperkuat oleh antihistaminika H1. Toksitas pada dosis toksis antihistaminika menyebabkan keadaan terangsang, kejang-tonik-klonik serta sebagai akibat kerja  antikolinergik menyebabkan midriasis, gangguan akomodasi dan gangguan miktion serta takhikardia dan stenokardia. Kematian terjadi akibat kelumpuhan penapasan atau kegagalan sirkulasi jantung (Mutscher, 2006).
·      Antihistaminika H2:
1.    Tritokualin (inhipostamin) bekerja tidak pada reseptor histamine, melainkan menghambat dekarboksilase histidin. Dosis tunggal 100-200 mg.
2.    Serotonin (5-hidroksitriptamin, 5-HT) terdapat dalam sejumlah besar jaringan tanaman dan hewani. Kerja serotonin dari sejumlah besar tempat kerja dihasilkan spectrum kerja 5-HT yang luar biasa kompleks. Senyawa yang bekerja pada reseptor serotonin:
a)   Agonis
Serotonin dalam bentuk prazatnya (triptopan atau 5-hidrokstriptopan). Digunakan sebagai antidepresiva.
b)    Antagonis serotonin
Metisegrid (deseril-retard), suatu antagonis pada reseptor 5-HT2 yang kuat (dengan afinitas yang jelas juga pada reseptor 5-HT1) diindikasi untuk profilaksis migrant serta pada sindrom karsinoid.
c)   Senyawa rangkaian asam arkhidonat (asam all-cis-5,8,11,14-eikosatetranat). Senyawa ini hanya terdapat dalam jumlah kecil dalam keadaan bebas serta bagian terbesar dibentuk menjadi fosfolipid membrane sel (Mutschler, 2006).
2.4  Daun Mimba
2.4.1        Senyawa Aktif Mimba
Daun mimba merupakan daun majemuk yang tersusun saling berhadapan di petiol atau tangkai daun. Bentuknya lonjong dengan tepi bergerigi. Ujung daun lancip, sedangkan pangkal daun meruncing. Susunan tulang daun mimba menyiripBentuk daun mimba memiliki kemiripan dengan daun mindi (Melia azedarach). Namun daun mindi memiliki petiolus atau anak tangkai daun dan letak daun utamanya tersusun simetris. Sementara itu helaian daun mimba tidak terbelah simetris (Setyani, 2012).
Daun Azadirachta indica Juss mengandung senyawa-senyawa diantaranya adalah ß-sitosterol, hyperoside, nimbolide, quercetin, quercitrin, rutin, azadirachtin, dan nimbine. Beberapa diantaranya diungkapkan memiliki aktivitas antikanker. Daun Azadirachta indica Juzz mengandung nimbin, nimbine, 6desacetylbimbine, nimbolide dan quercetin. Khasiat nimba ini disebabkan oleh mimba menghasilkan beberapa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas biologis sebagai antiinflamasi, antipiretik, antiarthritic, spermicidal, antifungi, antibakterial, antimalarial, antitumor, antioksidan (Setyani, 2012).
Mimba, terutama dalam daunnya mengandung beberapa komponen dari produksi metabolit sekunder yang diduga sangat bermanfaat terutama dalam bidang farmasi (kosmetik dan obat obatan). Beberapa diantaranya adalah azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin. Azadirachtin sendiri terdiri dari sekitar 17 komponen dan komponen yang mana yang paling bertanggung jawab sebagai pestisida atau obat, belum jelas diketahui. Azadirachtin merupakan molekul kimia C35H44O16 yang termasuk dalam kelompok triterpenoid (Setyani, 2012).
Galic acid, epicatechin, catechin bertanggung jawab untuk menghambat generasi chemilumine oleh PMN sitoplasma manusia, menunjukkan bahwa senyawa ini menghambat aktivitas PMN selama peradangan sedangkan Isomargolon dan NB-II pedoglikan yang terdapat pada kulit batang mimba memiliki aktivitas biologis sebagai imunodulator (Setyani, 2012).
2.4.2 Khasiat  Daun Mimba 
Daun mimba mempunyai banyak sekali manfaat, terutama dalam dunia kesehatan. Seiring dengan semakin berkembang penggunaan tanaman obat dalam dunia kesehatan, keingintahuan masyarakat terhadap khasiat dan manfaat tanaman obat semakin berkembang. Informasi yang mendukung pemanfaatan daun mimba diperoleh juga dari negara tetangga yaitu India. Di Indonesia, daun mimba sudah dicantumkan dalam buku resmi mengenai obat dari bahan alam. Di beberapa negara seperti India, tanaman mimba digunakan sebagai pencegah kehamilan karena terbukti dapat mematikan sperma. Begitu juga artikel-artikel ilmiah terutama dari para penulis India telah banyak mengungkap berbagai aktivitas farmakologi daun mimba misalnya sebagai antijamur, antivirus, obat cacing, anti alergi, anti kanker baik in vitro maupun in vivo (Setyani, 2012).
Mimba, terutama dalam daunnya mengandung beberapa komponen yang diduga sangat bermanfaat, baik dalam bidang pertanian maupun farmasi (Setyani, 2012).
Mimba (Azadirachta indica juss) yang memiliki kandungan senyawa azadirachtin, salanine, meliantriole, nimbin, nimbolide, mahmodine, gallic acid, catechin, epicatechin, margolone, margolonone, isomargolonone, cyclictrsulphide, cyclictetrasulphide dan polisakarida bermanfaat sebagai antijamur, antimalaria, antibakteri, antipiretik dan imunomodulator. Sampai saat ini bagian tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional adalah daun dan bijinya. Masyarakat juga memanfaatkan khasiat mimba untuk mengobati berbagai macam penyakit, seperti cacingan, kudis,malaria, infeksi jamur dan mengatasi alergi (Setyani, 2012).
2.4.3  Efek Imunologis Mimba
Efek imunologis mimba sudah dapat diketahui dari beberapa penelitian yang telah dilakukan. Mimba dapat memodulasi PMN, Limfosit, Monosit dan Makrofag  sehingga mempengaruhi aktivitas fagositosis. Dari hasil penelitian tersebut diketahui mimba dapat memodulasi respon imunitas alami, seluler dan humoral. Beberapa penelitian yang membuktikan efek imunomodulator mimba antara lain dapat memodulasi respon imun seluler dan humoral pada mencit yang diimunisasi dengan ovalbumin. Modulasi respon imun humoral tersebut meliputi peningkatan level Ig G, Ig M, titer antibodi anti-ovalbumin (Setyani, 2012).
2.4.4 Efek Ekstrak Alkohol Daun Mimba terhadap Sistem Imun
Dalam ilmu kimia organik, alkohol atau alkanol adalah istilah yang umum untuk senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon dimana atom karbon itu sendiri juga terikat pada atom hidrogen atau atom karbon yang lain. Dalam istilah umum, yang disebut alkohol adalah etanol atau grain alcohol. Etanol tidak terlalu beracun karena tubuh dapat menguraikannya dengan cepat. Alkohol digunakan secara luas dalam industri dan
ilmu pengetahuan sebagai pereaksi, pelarut, dan bahan bakar. Etanol tidak terlalu
berbau  karena tubuh dapat mnguraikannya dengan tepat. Alkohol banyak digunakan sebagai pelarut. Potensi daun mimba sebagai imunostimulator dibuktikan beberapa peneliti meliputi respons imun humoral dan seluler , antara lain : fagositosis,  ekspresi MHC (Major Histocompatibility Complex) klas I dan  II, produksi IFN γ, CD4, CD8,  Th 1, TNF-a, IFN γ, IL-1 ß. Berbagai penelitian menggunakan cara pengambilan sari dalam tanaman  mimba yang disebut ekstraksi. Salah satu cara ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak dalam jumlah bahan aktif yang optimal dengan menggunakan kombinasi etanol dan air (Setyani, 2012).
Mimba terbukti dapat memodulasi aktivitas makrofag dalam innate respons yang telah terpapar oleh C albicans (Dewanti, 2008). C al-bicans beserta produknya berinteraksi dengan membran sel makrofag melalui sinyal CD14 dan TLR2, TLR4 yang bergantung TRAF6 (TNF receptor-associated factor),selanjutnya akan  mempengaruhi phospholipase. Aktivitas ini mempengaruhi aktivitas I-κB yang berfungsi mengikat NF-κB. Setelah terjadi pelepasan I-κB, maka terjadi peningkatan aktivitas faktor transkripsi NF-κB yang menstimulasi ekspresi gen yang mempengaruhi produksi TNF-a dan aktivitas fagositosis. Selanjutnya makrofag akan pecah, melepaskan isi enzimatiknya ke dalam vakuola dan bercampur dengan candida yang diingesti. Proses ini disebut degranulasi. Maturasi fagosom juga diikuti dengan perubahan pH menjadi asam dan beraktivitas hidro litik dan disertai percepatan respirasi yang mengakibatkan aktifnya molekul Oksigen Reaktif (ROI) dan NO (Nitrit Oksida), selanjutnya menyebabkan pembunuhan mikroba. Aktivitas tersebut menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas fagositosis. Aktivias makrofag lainnya yaitu mengekspresikan sitokin TNF-a yang kemungkinan terjadi sesaat kemudian  dengan berlangsungnya inflamasi semakin lama akan terjadi penurunan. Peningkatan reseptor Fc dan protein membran mikroba akan memicu pelepasan ROI (Reactive Oxygen Intermediated), sedangkan reseptor komplemen memicu fagositosis tanpa diikuti terjadinya superoxide burst yang kuat oleh makrofag. Komponen yang berperan dalam proses mikrobisidal dapat disekresikan ke dalam lingkungan makrofag, sehingga aktivasi makrofag dapat menghasilkan efek mikrobisidal intraseluler maupun ekstraseluler (Setyani, 2012).
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1  Alat
·         Timbangan hewan
·         Spuit 1 ml
·         Spuit 3 ml
·         Oral sonde
·         Beaker glass 50 ml
·         Stopwatch
·         Alat cukur
·         Spidol marker permanent
·         Kotak kaca
·         Kandang

3.2 Bahan
·         Ovalbumin
·         NaCl 0,9%
·         Evans blue
·         CTM
·         CMC Natrium
3.3 Pembuatan Larutan
·         Pembuatan CMC Na. 1%
1 gram CMC Na. ditaburkan di atas 20 ml air panas, kemudian didiamkan selama 15 menit hingga terbentuk massa yang transparan, lalu di aduk dan dicukupkan volumenya hingga 100 ml.
·         Pembuatan suspensi ovalbumin 50% dalam NaCl 0,9%
5 gram ovalbumin disuspensikan dengan 10 ml NaCl 0,9%.
·         Pembuatan CTM 1%
0,5 gram CTM disuspensikan dengan 50 ml suspense CMC Na. 1%.
3.4 Prosedur Percobaan
1.      Satu minggu sebelum praktikum, tikus di timbang dan di tandai.
2.      Hewan di bagi dalam beberapa kelompok.
3.      Hewan di sensitisasi secara aktif dengan injeksi suspensi ovalbumin dalam NaCl 0,9%.      I  = 0,6 ml secara intraperitoneal
II = 0,1 ml secara intraplantar
III = 0,3 ml secara subcutan
4.      Pada hari praktikum, tikus yang sudah di sensitisasi di cukur bulu punggungnya lalu di tritmen dengan CTM dengan dosis 6 mg/kgBB dan larutan ekstrak dengan dosis 100 mg/kgBB dan dosis 150 mg/kgBB.
5.      Satu jam berikutnya, tikus di suntik dengan larutan evans blue sebanyak 0,2 ml, secara intravena melalui vena ekor.
6.      Tikus disuntikkan lagi dengan ovalbumin pada daerah sensitisasi awal secara subkutan sebanyak 0,3 ml.
7.      Dilakukan pengamatan dengan interval waktu 30, 60, dan 90 menit.
8.      Anafilaksis kutan aktif di tandai dengan munculnya benjolan yang berwarna biru pada area injeksi (punggung tikus).
9.      Hasil pengamatandiberikan skor seperti yang terdapat pada tabel berikut:
Intensitas Warna Pada Area:
Skor
Iritasi
Tidak berwarna
0
Tidak ada
Sedikit berwarna biru
2
Ringan
Warna biru terang
4
Ringan
Warna biru gelap
6
Moderat (>4)
Bengkak dengan warna biru gelap
8
Berat


3.5 Perhitungan dosis
  • Pemberian CMC 1%
-          Tikus 1  = 262,9 g
            Volume CMC yang diberi secara oral (ml)     = 1% x berat badan
                                                                    = 1% x 262,9
                                                                    = 2,63 ml
-          Tikus 2  = 101,1 g
            Volume CMC yang diberi secara oral (ml)     = 1% x berat badan
                                                                    = 1% x 101,1
                                                                    = 1,01 ml

-          Tikus 3  = 194,4 g
            Volume CMC yang diberi secara oral (ml)     = 1% x berat badan
                                                                    = 1% x 194,4
                                                                    = 1,94 ml
-          Tikus 4  = 103,1 g
            Volume CMC yang diberi secara oral (ml)     = 1% x berat badan
                                                                    = 1% x 103,1
                                                                    = 1,03 ml
·         Pemberian CTM 1 % dosis 6 mg/kg BB
-          Tikus 5 = 137,5 g
Jumlah obat (mg)    = 6 mg/kg BB  x  137,5 g
                                                   1000
                                           = 0.825 mg
                 Konsentrasi obat     = 1 %
                         1 %                 = 1 g/100 ml
                                                = 1 g x 1000 mg/100 ml
                                                = 10 mg/ml
                 Jumlah larutan obat yang diberikan = 0,825 mg   = 0.0825 ml
                                                                              10 mg/ml
                 Jika skala dalam syringe 1 ml = 100 skala, maka
                          1 skala            = 1 : 100
                                                = 0,01 ml
                 Jadi, jumlah obat yang diberikan dengan syringe 1 ml adalah
                 Jumlah larutan         = 0.0825 ml   = 8,25 skala
                                                    0,01 ml
-          Tikus 6 = 303,7 g
Jumlah obat (mg)    = 6 mg/kg BB  x  303,7 g
                                                        1000
                                                = 1.8222 mg
                 Konsentrasi obat     = 1 %
                       1 %                   = 1 g/100 ml
                                                = 1 g x 1000 mg/100 ml
                                                = 10 mg/ml
                 Jumlah larutan obat yang diberikan = 1.8222 mg   = 0,18222 ml
                                                                              10 mg/ml
                 Jika skala dalam syringe 1 ml = 100 skala, maka
                          1 skala            = 1 : 100
                                                = 0,01 ml
                 Jadi, jumlah obat yang diberikan dengan syringe 1 ml adalah
                 Jumlah larutan         = 0,18222 ml   = 18,22 skala
                                                    0,01 ml
-          Tikus 7 = 135,4 g
Jumlah obat (mg)    = 6 mg/kg BB  x  135,4 g
                                                        1000
                                                = 0,8124 mg
                 Konsentrasi obat     = 1 %
                       1 %                   = 1 g/100 ml
                                                = 1 g x 1000 mg/100 ml
                                                = 10 mg/ml
                 Jumlah larutan obat yang diberikan = 0,8124 mg   = 0,08124 ml
                                                                              10 mg/ml
                 Jika skala dalam syringe 1 ml = 100 skala, maka
                          1 skala            = 1 : 100
                                                = 0,01 ml
                 Jadi, jumlah obat yang diberikan dengan syringe 1 ml adalah
                 Jumlah larutan         = 0,08124 ml   = 8,124 skala
                                                    0,01 ml
-          Tikus 8 = 195,4 g
Jumlah obat (mg)    = 6 mg/kg BB  x  195,4 g
                                                        1000
                                                = 1,1724 mg
                 Konsentrasi obat     = 1 %
                       1 %                   = 1 g/100 ml
                                                = 1 g x 1000 mg/100 ml
                                                = 10 mg/ml
                 Jumlah larutan obat yang diberikan = 1,1724 mg   = 0, 11724 ml
                                                                              10 mg/ml
                 Jika skala dalam syringe 1 ml = 100 skala, maka
                          1 skala            = 1 : 100
                                                = 0,01 ml
                 Jadi, jumlah obat yang diberikan dengan syringe 1 ml adalah
                 Jumlah larutan         = 0, 11724 ml   = 11,72 skala
                                                    0,01 ml
·         Pemberian Ekstrak mimba 1% dosis 100 mg/kg BB
-          Tikus 9 = 224,2 g
Jumlah ekstrak  = 100 mg/kg BB  x  224,2 g
                                                   1000
                                           = 22,42 mg
                 Konsentrasi obat     = 1 %
                         1 %                 = 1 g/100 ml
                                                = 1 g x 1000 mg/100 ml
                                                = 10 mg/ml
                 Jumlah larutan obat yang diberikan = 22,42 mg   = 2,24 ml
                                                                              10 mg/ml
-          Tikus 10 = 230,6 g
Jumlah ekstrak       = 100 mg/kg BB  x  230,6 g
                                                   1000
                                           = 23,06 mg
                 Konsentrasi obat     = 1 %
                       1 %                   = 1 g/100 ml
                                                = 1 g x 1000 mg/100 ml
                                                = 10 mg/ml
                 Jumlah larutan obat yang diberikan = 23,06 mg   = 2,31 ml
                                                                              10 mg/ml
-          Tikus 11 = 148,5 g
Jumlah ekstrak       = 100 mg/kg BB  x  148,5 g
                                                   1000
                                           = 14,85 mg
                 Konsentrasi obat     = 1 %
                       1 %                   = 1 g/100 ml
                                                = 1 g x 1000 mg/100 ml
                                                = 10 mg/ml
                 Jumlah larutan obat yang diberikan = 14,85 mg   = 1,49 ml
                                                                              10 mg/ml
-          Tikus 12 = 237,6 g
Jumlah ekstrak       = 100 mg/kg BB  x  237,6 g
                                                   1000
                                           = 23,76 mg
                 Konsentrasi obat     = 1 %
                       1 %                   = 1 g/100 ml
                                                = 1 g x 1000 mg/100 ml
                                                = 10 mg/ml
                 Jumlah larutan obat yang diberikan = 23,76 mg   = 2,38 ml
                                                                              10 mg/ml
·         Pemberian Ekstrak mimba 1% dosis 150 mg/kg BB
-          Tikus 13 = 198,7 g
Jumlah ekstrak       = 150 mg/kg BB  x  198,7 g
                                                   1000
                                           = 29,81 mg

                 Konsentrasi obat     = 1 %
                       1 %                   = 1 g/100 ml
                                                = 1 g x 1000 mg/100 ml
                                                = 10 mg/ml
                 Jumlah larutan obat yang diberikan = 29,81 mg   = 2,98 ml
                                                                              10 mg/ml
-          Tikus 14 = 248,1 g
Jumlah ekstrak       = 150mg/kg BB  x  248,1 g
                                                   1000
                                           = 37,22 mg
                 Konsentrasi obat     = 1 %
                       1 %                   = 1 g/100 ml
                                                = 1 g x 1000 mg/100 ml
                                                = 10 mg/ml
                 Jumlah larutan obat yang diberikan = 37,22 mg   = 3,72 ml
                                                                              10 mg/ml
-          Tikus 15 = 188,2 g
Jumlah ekstrak       = 150 mg/kg BB  x  188,2 g
                                                   1000
                                           = 28,23 mg
                 Konsentrasi obat     = 1 %
                       1 %                   = 1 g/100 ml
                                                = 1 g x 1000 mg/100 ml
                                                = 10 mg/ml
                 Jumlah larutan obat yang diberikan = 28,23 mg   = 2,82 ml
                                                                              10 mg/ml
-          Tikus 16 = 258,6 g
Jumlah ekstrak       = 150 mg/kg BB  x  258,6 g
                                                   1000
                                           = 38,79 mg
                 Konsentrasi obat     = 1 %
                       1 %                   = 1 g/100 ml
                                                = 1 g x 1000 mg/100 ml
                                                = 10 mg/ml
                 Jumlah larutan obat yang diberikan = 38,79 mg   = 3,88 ml
                                                                              10 mg/ml


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Data Percobaan

No
Kelompok
Berat tikus (gram)
Waktu Pengamatan
30 menit
60 menit
90 menit
1.
CMC  1%
262,9
0
0
0
101,1
0
2
4
194,4
0
2
2
103,1
0
4
4
2.
Uji ekstrak mimba 1% dosis 100 mg/kg BB
224,2
0
2
2
230,6
0
0
0
148,5
4
4
4
237,6
0
0
2
3.
Uji ekstrak mimba 1% dosis 150 mg/kg BB
198,7
2
2
2
248,1
0
0
2
188,2
0
0
0
258,6
0
0
0
4.
Uji CTM 0,1% dosis 6mg/kg BB
137,5
2
2
2
303,7
0
0
0
135,4
0
0
2
195,4
0
0
0

1.2 Pembahasan
Dari hasil yang didapat dengan pemberian CMC 1% sebagai kontrol positif pada mencit dengan BB= 262,9 g pada menit ke 30 sampai 90 tidak menunjukkan reaksi alergi. Pada hewan uji control negatif dengan berat badan 101,1 g menunjukkan reaksi alergi ringan pada menit ke 60 dan reaksi alergi berat terjadi pada menit ke 90.
Menurut (Gunawan, 2011) reaksi antigen antibodi menyebabkan kulit melepaskan histamine sehingga terjadi vasodilatasi, gatal dan edema. Penglepasan histamine selama terjadinya reaksi antigen antibodi telah diperlihatkan oleh beberapa peneliti. Hipotesis yang menyatakan bahwa histamin merupakan perantara terjadinya fenomena hipersensitivitas telah mapan. Pada mamalia histamin menimbulkan anafilaksis, urtikaria, angiudema, pruntus dan hipotensi.
Menurut literature (Setyani, 2012) , daun mimba memiliki efek imunologis dimana daun ini mengandung isomargolon dan HB II pedoglikan yang memiliki aktivitas biologis sebagai imunodulator
Hewan uji (tikus) dengan berat badan 230,6 g yang diberikan ekstrak daun mimba 1%, dosis 100 mg/kgBB pada menit 30 sampai 60 tidak menunjukkan reaksi alergi. Sedangkan pada hewan uji dengan berat badan 148,5 pada menit 30 sampai 90 menunjukkan reaksi alergi berat. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang disebabkan dengan adanya human error, yaitu obat tidak seluruhnya masuk ke dalam hewan percobaan dan pemberian ekstrak inidiberikan secara oral dimana mengalami first pass metabolisme di hati sehingga jumlah bahan obat yang menduduki reseptor semakin sedikit sehingga menghasilkan efek yang tidak maksimal.
CTM merupakan golongan obat reseptor histamine H1 yang bekerja dengan menduduki reseptor histamine sehingga menghambat efek fisiologis histamin.
Pemberian CTM 1% dosis 6 mg/kgBB pada hewan uji dengan BB=137,5 g pada menit ke 30 sampai 90 mengalami reaksi alergi ringan. Sedangkan pada BB= 303,7 g menunjukkan angka 0 yang berarti tidak terjadi reaksi alergi. Hal ini tidak sesuai dengan teori dikarenakan kemungkinan adanya kesalahan pada praktikan misalnya pada pengambilan larutan obat danya gelembung udara pada spuit sehingga dosis yang diberikan berkurang dan menghasilkan efek yang tidak maksimal.









BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
-        Pemberian larutan CTM (Chlor Tri Maleat) 1% 6 mg/KgBB pada hewan uji (tikus) yang telah disuntikkan ovalbumin memberikan efek antialergi.
-        Ekstrak daun mimba 1% dengan dosis 100 mg/kgBB dan 150 mg/kgBB memberikan efek antialergi.
-        Efektifitas antialaergi ekstrak daun mimba 1% dengan dosis 100mg/kgBB lebih rendah dibandingkan dengan CTM 1% dengan dosis 6 mg/kgBB sedangkan efektifitas antialergi ekstrak daun mimba 1% dengan dosis 150 mg/kgBB hamper sama dengan CTM 1% dosis 6 mg/kgBB.
5.2 Saran
-        Sebaiknya pada percobaan selanjutnya digunakan obat antialergi yang lain selain CTM misalnya Dipenhidramin HCl.
-        Sebaiknya pada percobaan selanjutnya menggunakan ekstrak daun nimba sebagai antialergi dalam dosis lain.
-        Sebaiknya pada percobaan selanjutnya menggunakan hewan percobaan lain seperti kelinci.
-        Sebaiknya pada percobaan selanjutnya menggunakan sediaan uji lain selain ekstrak daun mimba seperti ekstrak legundi dan ekstrak mengkudu.



DAFTAR PUSTAKA

Setyani, N. 2012. Jumlah Limfosit Pada Mencit Yang Diberi Konsumsi Ekstrak alkohol Daun Mimba (Azadirachta Indica, A. Juzz)  dan Diinduksi Ovalbumin. [online]. Available at: < http://dspace.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/4114/Skripsi.pdf?sequence=1>  [Acessed 1 April 2014].
Nurliyani, dkk.2013. Respon Imun Mukosa Dan Selular Pada Tikus Yg Diberi Bubuk Susu Kambing Dgn Infksi Salmonella Typhimurium. [online]. Available at: < http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip/article/view/6949/5496>  [Acessed 1 April 2014]
Putri, F.M., dkk.  2013. Pengaruh Penambahan Spirulina Sp. Dalam Pakan Buatan Thdp Jumlh Total Hemosit Dan Aktivitas Fagositosis Udang Vaname (Litopenaeus Vanname). [online]. Available at: < http://portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=74457> [Acessed 1 April 2014]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar